Karenasebenarnya, mengadaptasi gaya arsitektur Jepang bisa dilakukan dengan cara yang mudah. Berikut lima tips menghadirkan elemen arsitektur khas Jepang ke dalam hunian, seperti dilansir dari Times of India, Jumat (19/3/2021). Baca juga: 7 Tips Dekorasi Kamar Tidur Minimalis Bergaya Jepang. 1.

Abstrak Pendekatan Urban Green Building Pada Bangunan Apartemen. Kota Bandung merupakan kota metropolitan terbesar di Provinsi Jawa Barat, sekaligus menjadi ibu kota provinsi tersebut. Kota ini terletak 140 km sebelah tenggara Jakarta, dan merupakan kota terbesar ketiga di Indonesia setelah Jakarta dan Surabaya menurut jumlah penduduk. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik BPS Kota Bandung, saat ini perkembangan penduduk Kota Bandung berkembang pesat dan pada tahun 2018 tercatat 2 juta lebih penduduk, dengan berkembangnya jumlah penduduk yang semakin maju mengakibatkan aktivitas penduduk yang semakin produktif. Selain aktivitas penduduk yang semakin produktif kebutuhan akan tempat tinggal meningkat dan menjadi sebuah permasalahan terutama di perkotaan. Tingginya harga tanah dan semakin berkurangnya lahan kosong di kawasan perkotaan membuat masyarakat pendatang maupun masyarakat setempat kesulitan untuk membeli rumah maupun tanah di Kota Bandung. Oleh karena itu dibutuhkan sebuah konsep hunian vertikal atau apartemen untuk tempat tinggal sebagai solusi akan mahalnya dan sulitnya lahan kosong di Kota Bandung. Minimnya ketersedian lahan kosong dan tingginya harga tanah di perkotaan beriringan dengan timbul beberapa permasalahan lingkungan yang terjadi seperti peningkatan sampah, efek rumah kaca, banjir dan lain-lain. Dengan adanya permasalahan ini timbul sebuah konsep urban green building. Urban Green Building adalah sebuah jaringan /system yang dibuat untuk mengurangi/ menanggulangi masalah-masalah di perkotaan dan perubahaan iklim dengan melibatkan alam. Abstract Urban Green Building Approach in Apartment Building. The city of Bandung is the largest metropolitan city in West Java Province and is the capital of the province. The city is located 140 km southeast of Jakarta and is the third-largest city in Indonesia after Jakarta and Surabaya. Based on data from the Central Statistics Agency BPS of Bandung City, the population of Bandung is currently proliferating. In 2018 there were more than 2 million residents, with the development of an increasingly advanced population resulting in more productive population activities. In addition to increasingly productive population activities, the need for housing increases and becomes a problem, especially in urban areas. The high price of land and the decreasing number of vacant land in urban areas make it difficult for immigrants and local people to buy houses and land in Bandung. Therefore, a vertical residential concept or apartment for residence is needed to solve the high cost and difficulty of vacant land in the city of Bandung. The lack of availability of vacant land and the high price of land in urban areas is accompanied by several environmental problems such as increased waste, the greenhouse effect, floods, and others. With this problem, a concept of urban green building emerged. Urban Green Building is a network/system created to reduce/overcome urban areas and climate change problems by involving nature. This research is expected to be a reference for his research and can be developed again to a wider scale. Because research on cultural heritage buildings is still quite extensive and there are not many people who take this theme as the theme of their research. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free Pendekatan Urban Green Building Pada Bangunan Apartemen Andiyan PENDEKATAN URBAN GREEN BUILDING PADA BANGUNAN APARTEMEN *Andiyan1, Andri Nurjaman2 1,2Universitas Faletehan INDONESIA andiyanarch *Corresponding author Abstrak Pendekatan Urban Green Building Pada Bangunan Apartemen. Kota Bandung merupakan kota metropolitan terbesar di Provinsi Jawa Barat, sekaligus menjadi ibu kota provinsi tersebut. Kota ini terletak 140 km sebelah tenggara Jakarta, dan merupakan kota terbesar ketiga di Indonesia setelah Jakarta dan Surabaya menurut jumlah penduduk. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik BPS Kota Bandung, saat ini perkembangan penduduk Kota Bandung berkembang pesat dan pada tahun 2018 tercatat 2 juta lebih penduduk, dengan berkembangnya jumlah penduduk yang semakin maju mengakibatkan aktivitas penduduk yang semakin produktif. Selain aktivitas penduduk yang semakin produktif kebutuhan akan tempat tinggal meningkat dan menjadi sebuah permasalahan terutama di perkotaan. Tingginya harga tanah dan semakin berkurangnya lahan kosong di kawasan perkotaan membuat masyarakat pendatang maupun masyarakat setempat kesulitan untuk membeli rumah maupun tanah di Kota Bandung. Oleh karena itu dibutuhkan sebuah konsep hunian vertikal atau apartemen untuk tempat tinggal sebagai solusi akan mahalnya dan sulitnya lahan kosong di Kota Bandung. Minimnya ketersedian lahan kosong dan tingginya harga tanah di perkotaan beriringan dengan timbul beberapa permasalahan lingkungan yang terjadi seperti peningkatan sampah, efek rumah kaca, banjir dan lain-lain. Dengan adanya permasalahan ini timbul sebuah konsep urban green building. Urban Green Building adalah sebuah jaringan /system yang dibuat untuk mengurangi/ menanggulangi masalah-masalah di perkotaan dan perubahaan iklim dengan melibatkan alam. Kata Kunci Apartemen, Urban Green Building, Arsitektur Abstract Urban Green Building Approach in Apartment Building . The city of Bandung is the largest metropolitan city in West Java Province and is the capital of the province. The city is located 140 km southeast of Jakarta and is the third-largest city in Indonesia after Jakarta and Surabaya. Based on data from the Central Statistics Agency BPS of Bandung City, the population of Bandung is currently proliferating. In 2018 there were more than 2 million residents, with the development of an increasingly advanced population resulting in more productive population activities. In addition to increasingly productive population activities, the need for housing increases and becomes a problem, especially in urban areas. The high price of land and the decreasing number of vacant land in urban areas make it difficult for immigrants and local people to buy houses and land in Bandung. Therefore, a vertical residential concept or apartment for residence is needed to solve the high cost and difficulty of vacant land in the city of Bandung. The lack of availability of vacant land and the high price of land in urban areas is accompanied by several environmental problems such as increased waste, the greenhouse effect, floods, and others. With this problem, a concept of urban green building emerged. Urban Green Building is a network/system created to reduce/overcome urban areas and climate change problems by involving nature. This research is expected to be a reference for his research and can be developed again to a wider scale. Because research on cultural heritage buildings is still quite extensive and there are not many people who take this theme as the theme of their research. Keywords Apartment, Urban Green Building, Architecture History &License of Article Publication DOI This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike International License. Vol. 9 No. 1, Juni 2021, Hal. 39-52 Available at Published by STITEK Bina Taruna Gorontalo Pendekatan Urban Green Building Pada Bangunan Apartemen Andiyan PENDAHULUAN Kota Bandung merupakan kota metropolitan terbesar di Provinsi Jawa Barat, sekaligus menjadi ibu kota provinsi tersebut. Kota ini terletak 140 km sebelah tenggara Jakarta, dan merupakan kota terbesar ketiga di Indonesia setelah Jakarta dan Surabaya menurut jumlah penduduk. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik BPS Kota Bandung, saat ini perkembangan penduduk Kota Bandung berkembang pesat dan pada tahun 2018 tercatat 2 juta lebih penduduk, dengan berkembangnya jumlah penduduk yang semakin maju mengakibatkan aktivitas penduduk yang semakin produktif. Selain aktivitas penduduk yang semakin produktif kebutuhan akan tempat tinggal meningkat dan menjadi sebuah permasalahan terutama di perkotaan. Tingginya harga tanah dan semakin berkurangnya lahan kosong di kawasan perkotaan membuat masyarakat pendatang maupun masyarakat setempat kesulitan untuk membeli rumah maupun tanah di Kota Bandung. Tata ruang dan konsep interior mengikuti tren desain masa kini. Harmonisasi ruangan yang menyatu dengan ruang luar site menjadi salah satu poin utama pada konsep arsitektur kontemporerHewitt et al., 2016. Oleh karena itu dibutuhkan sebuah konsep hunian vertikal atau apartemen untuk tempat tinggal sebagai solusi akan mahalnya dan sulitnya lahan kosong di Kota Bandung. Minimnya ketersedian lahan kosong dan tingginya harga tanah di perkotaan beriringan dengan timbul beberapa permasalahan lingkungan yang terjadi seperti peningkatan sampah, efek rumah kaca, banjir dan lain-lain. Sistem infrastruktur merupakan pendukung utama fungsi-fungsi system sosial dan sistem ekonomi dalam kehidupan sehari- hari masyarakat. Ketersediaan infrastruktur perumahan dan permukiman secara luas dan merata ditujukan untuk memenuhi standar pelayanan minimal dan turut menentukan tingkat kesejahteraan masyarakat, serta memberikan dukungan terhadap pertumbuhan sektor riilAndiyan, Indra, 2018. Dengan adanya permasalahan ini timbul sebuah konsep urban green building. Urban Green Building adalah sebuah jaringan/system yang dibuat untuk mengurangi/menanggulangi masalah-masalah di perkotaan dan perubahaan iklim dengan melibatkan alam. Rumah memegang peran penting dalam kehidupan masyarakat sebagai tempat tinggal dan sarana pembinaan keluarga. Sehingga progres pembangunan akan tepat waktu. Dari segi aksesibilitas calon penumpang pihaknya juga optimistis tidak akan terkendalaJang, Kim, & Kim, 2018. METODOLOGI Metode Penelitian yang di gunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan dekstriptif. Dalam peneleitian ini peneliti menggunakan membagi menjadi beberapa tahapan tahapan yaitu observasi, dokumentasi dan analisa Data Sugiyono, 2009. Perancangan bangunan apartemen ini dirancang dengan menerapkan konsep urban green building practice yang nantinya mengutamana desain ramah lingkungan Sugiyono, 2012. Metode pengumpulan data yang dilakukan adalah dengan survey lapangan dan studi preseden agar mendapatkan pola aktivitas dan kebutuhan ruang pada apartemen. Langkah selanjutnya dilakukan analisis data yang didapat sehingga menghasilkan keluaran berupa konsep perancangan yang akan dikembangkan sehingga menjadi gambar kerja dan 3D visual sebagai desain akhir. Dalam penelitian ini variabel dependen adalah manfaat ekonomi, manfaat sosial dan biaya social Moleong, 2007. Pendekatan Urban Green Building Pada Bangunan Apartemen Andiyan HASIL DAN PEMBAHASAN Konsep Umum Menurut ensilopedia nasional Indonesia kata Apartemen merupakan system hunian baru yang berbentuk vertikal untuk mengatasi keterbatasan lahan dikota. Menurut james hombeck dalam bukunya apartement & Dormitories, Apartemen adalah dibangun dalam suatu lingkungan, yang terbagi dalam bagian –bagian yang distrukturkan secara fungsional dalam area yang horizontal maupun vertikal & merupakan suatu kesatuan yang masing –masing dapat digunakan terpisah, terutama untuk tempat hunian yang dilengkapi bagian bersama, benda–benda bersama dan tanah bersama. Sehingga mereka mau menjalin kerjasama yang harmonis dan co-branding di dunia alam, sehingga fasilitas pelayanan kota lengkap, tanpa harus menyediakan terlalu banyak fasilitas, apalagi jika tidak ada dukungan sumber daya manusia yang profesional, dan dapat dijual kepada masyarakat Lee, Tae, Gong, & Roh, 2017. Urban Green Building adalah sebuah jaringan/system yang dibuat untuk mengurangi/menanggulangi masalah-masalah di perkotaan dan perubahaan iklim dengan melibatkan alam Ching & Shapiro, 2020. Gambar 1 Diagram Konsep Sumber Data Pribadi Lokasi Gambar 2 Lokasi Site Sumber Google Earth Pendekatan Urban Green Building Pada Bangunan Apartemen Andiyan Alamat Jl. Soekarno Hatta, Kota Bandung Luas KDB 70% KLB GSB 20m Batas wilayah Utara, Jl. Soekarno Hatta Selatan, Pemukiman Timur, Yamaha Flagship Shop Barat, Hotel Parakan Wangi Tapak berbentuk persegi panjang yang memanjang kearah utara dan selatan dengan kontur yang cenderung datar. Gambar 3 Kondisi Sekitar Site Sumber Data Pribadi Site terletak di sekitar kawasan padat penduduk, pertokoan dan perkantoran serta berhadapan langsung dengan jalan soekarno hatta di sisi utara. Kawasan sekitar site di dominasi pemukiman padat dan pertokoan dengan rata-rata ketinggian bangunan 2-3 lantai. Terdapat beberapa bangunan dengan ketinggian 5- 6 lantai yaitu bangunan Kampus UF STFI dan Kantor BFI dengan ketinggian 5 Lantai di sisi timur site, Kantor Bank Mandiri dengan ketinggian 6 Lantai pada sisi barat site. Analisis Orientasi Gambar 4 Sketsa Orientasi Sumber Data Pribadi Site berhadapan langsung dengan Jl. Soekarno Hatta. Pendekatan Urban Green Building Pada Bangunan Apartemen Andiyan Gambar 5 Sketsa Orientasi Sumber Data Pribadi Potensi view pada lantai dasar berada di arah utara yaitu Jl Soekarno Hatta. Gambar 6 Sketsa Analisis Orientasi Sumber Data Pribadi Orientasi view tower yang luas dari berbagai arah. Utilitas Gambar 7 Sketsa Utilitas Sumber Data Pribadi Terdapat drainase kota di bagian depan site. Sering terjadi banjir pada jalan disaat curah hujan tinggi. Pendekatan Urban Green Building Pada Bangunan Apartemen Andiyan Gambar 8 Sketsa Utilitas Sumber Data Pribadi Penambahan debit air dari site menuju drainase kota di saat hujan. Gambar 9 Water Recycle Treatment Sumber Penerapan zero run off dan pemanfaatan air hujan untuk kebutuhan bangunan. Matahari Gambar 10 Sketsa Pergerakan Matahari Sumber Data Pribadi Efek sinar matahari pada site setiap jamnya cukup menimbulkan kenaikan suhu di sekitar site. Pendekatan Urban Green Building Pada Bangunan Apartemen Andiyan Gambar 11 Sketsa Efek Sinar Matahari Sumber Data Pribadi Meningkatnya suhu sekitar site akibat pantulan dari bangunan Gambar 12 Green Wall Sumber Medesain fasad pada bangunan terutama tower dengan bahan dan sistem yang bisa mereduksi panas dari bangunan ke luar maupun dari luar ke dalam bangunan Farid & Wonorahardjo, 2018. RTH Gambar 13 Sketsa RTH Sumber Data Pribadi Minim RTH di sekitar site dan vegetasi pada site di dominasi tanaman perdu sepanjang jalan. Pendekatan Urban Green Building Pada Bangunan Apartemen Andiyan Gambar 14 Sketsa RTH Sumber Data Pribadi Minim RTH menimbulkan kesan kumuh dan gersang pada site dan sekitarnya. Gambar 15 Landscape Plaza Architecture Sumber Menciptakan area hijau pada site sebagai ruang publik yang bermanfaat untuk mengguna bangunan dan lingkungan sekitar Portnov et al., 2018. Konsep Perancangan Zoning Gambar 16 Zoning Sumber Data Pribadi Zonasi pada tapak dibuat 4 zona meliputi Publik, Semi Publik, Privat, dan Servis. Pendekatan Urban Green Building Pada Bangunan Apartemen Andiyan Sirkulasi Gambar 17 Sirkulasi Sumber Data Pribadi Sirkulasi pada site dibagi menjadi 2 jenis yaitu Sirkulasi Pejalan kaki dan Sirkulasi Kendaraan. Penerapan Urban Green Gambar 18 Preliminary Design Sumber Data Pribadi Penerepan Urban Green pada bangunan antara lain menyadiakan plaza dan ruang terbuka hijau yang berfungsi sebagai tempat interaksi antara alam dan manusia. Pemanfaatan solar panel sebagai Pendekatan Urban Green Building Pada Bangunan Apartemen Andiyan sumber daya alam yang dapat digunakan pada bangunan. Mengurangi penggunaan material yang dapat memantulkan panas berlebih ke area sekitar bangunanAgus Salim, 2001. Sistem Struktur Gambar 19 Isometri Sistem Struktur Sumber Data Pribadi Sistem struktur bangunan menggunakan sistem Rigid Frame Core dengan beton bertulang sebagai struktur utamaGarcia, 2012. Sistem Jaringan Air Bersih Gambar 20 Diagram Jaringan Air Bersih Sumber Data Pribadi Jaringan air bersih menggunakan sistem up feed untuk mengambil air dari sumber air PDAM/Sumur menuju grond tank dan roof tank menggunakan pompa Tabb, 2014. Pendekatan Urban Green Building Pada Bangunan Apartemen Andiyan Sistem Jaringan Air Kotor Gambar 21 Diagram Jaringan Air Kotor Sumber Data Pribadi Pengolahan air kotor menggukana septictank sebagai sarana pengurai bakteri lalu di pompa menuju water treatment sebelum diteruskan menuju drainase kotaBay, 2017. Sistem Jaringan Listrik Gambar 22 Diagram Jaringan Listrik Sumber Data Pribadi Instalasi listrik utama menggunakan jasa PLN sebagai penyedia listrik bangunan serta sumber listrik panel surya dan genset sebagai tambahan suplai listrik pada bangunan. Pendekatan Urban Green Building Pada Bangunan Apartemen Andiyan Sistem Jaringan Pemadam Gambar 23 Diagram Jaringan Pemadam Sumber Data Pribadi Sistem proteksi kebakaran menggunakan hydrant yang terpasang di setiap lantainya dengan radius 30m. Untuk suplai air diambil dari groundtank dan rooftank Molnár, 2011. Gambar 24 Sketsa Sistem Evakuasi Tangga Darurat Sumber Data Pribadi Sistem evakuasi dengan cara penghuni untuk segera keluar melalui tangga darurat yang berada di 3 titik lokasi. Visualisasi Bangunan Gambar 25 Visualisasi Exterior Sumber Data Pribadi Pendekatan Urban Green Building Pada Bangunan Apartemen Andiyan Gambar 26 Visualisasi Interior Sumber Data Pribadi KESIMPULAN Perancangan apartemen ini dirancang dengan menerapkan konsep urban green building dengan mengutamakan desain yang ramah lingkungan dan hemat energi dengan harapan kedepannya dapat mengurangi/menanggulangi masalah-masalah di perkotaan atas dampak negatif berkembangnya pembangunan. DAFTAR PUSTAKA Agus Salim. 2001. Teori dan Paradigma Penelitian Sosial. Yogyakarta Tiara wacana. Andiyan, Indra, Fahrul. 2018. Penataan kawasan kumuh kewenangan provinsi di desa tanjung anom kecamatan mauk kabupaten tangerang. Jurnal Arsitektur Archicentre. Bay, R. A. 2017. Predicting responses to contemporary environmental change using evolutionary response architectures. American Naturalist, 1895, 463–473. Ching, Francis D. K., & Shapiro, Ian M. 2020. Green building illustrated. John Wiley & Sons. Farid, V. L., & Wonorahardjo, S. 2018. Integrating Green Building Criteria Into Housing Design Processes Case Study Tropical Apartment At Kebon Melati, Jakarta. IOP Conference Series Earth and Environmental Science, 1521, 12012. IOP Publishing. Garcia, D. Astiaso. 2012. Eco friendly service buildings and facilities for sustainable tourism and environmental awareness in protected areas. WIT Transactions on Ecology and the Environment, 161, 323–330. Hewitt, Elizabeth L., Andrews, Clinton J., Senick, Jennifer A., Wener, Richard E., Krogmann, Uta, & Sorensen Allacci, MaryAnn. 2016. Distinguishing between green building occupants’ reasoned and unplanned behaviours. Building Research & Information, 442, 119–134. Jang, Dae Chul, Kim, Bosung, & Kim, Sung Hak. 2018. The effect of green building certification on potential tenants’ willingness to rent space in a building. Journal of Cleaner Production, 194, 645–655. Lee, Nayoon, Tae, Sungho, Gong, Yuri, & Roh, Seungjun. 2017. Integrated building life-cycle assessment model to support South Korea’s green building certification system G-SEED. Renewable and Sustainable Energy Reviews, 76, 43–50. Moleong, Lexy J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Yogyakarta Gadjah Mada University Press. Molnár, B. 2011. Architecture and system design issues of contemporary Web-based Information Systems. SKIMA 2011 - 5th International Conference on Software, Knowledge Information, Industrial Management and Applications, pp. 33–39. Pendekatan Urban Green Building Pada Bangunan Apartemen Andiyan Portnov, Boris A., Trop, Tamar, Svechkina, Alina, Ofek, Shoshi, Akron, Sagi, & Ghermandi, Andrea. 2018. Factors affecting homebuyers’ willingness to pay green building price premium Evidence from a nationwide survey in Israel. Building and Environment, 137, 280–291. Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung Alfabeta. Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&B. Bandung CV. Alfabeta. Tabb, P. J. 2014. The greening of architecture A critical history and survey of contemporary sustainable architecture and urban design. In The Greening of Architecture A Critical History and Survey of Contemporary Sustainable Architecture and Urban Design. Retrieved from ... Urban Green Building is a network/system created to reduce/overcome urban areas and climate change problems by involving nature. In addition to increasingly productive population activities, the need for housing increases and becomes a problem, especially in urban areas [29]. ...Under the development of an increasingly modern era, intelligent buildings and infrastructure need to be built and operated in line with the progress of the future city. The shopping center building is a building that became one of the hallmarks of the city. Therefore the application must be prominent in the surrounding building. The concept is the basis for taking the use of contemporary concepts. The scope of this research is on the design of Shopping Center buildings that follow modern architectural trends and the interaction of trends on public needs in the future. The purpose of this study is to design a shopping center facility that combines the concept of contemporary architecture with the idea of intelligent building as a supporting element so that the building can adapt to the times in the digitalization era of the industrial revolution The method used in this research is descriptive qualitative by applying seven principles of contemporary architecture and the concept of intelligent building in designing supporting facilities. The result of this research is a design of a shopping center building in Kota Baru Parahyangan Bandung by applying a combination of contemporary architectural concepts and intelligent building concepts that pay attention to the orientation and aspects of the surrounding environment. The combination of this concept not only cares for its completeness but also accommodates a lifestyle so that this shopping center can attract visitors with its technological innovations and the visual appearance of elegant contemporary architecture.... In 2018 there were more than 2 million residents, with the development of an increasingly advanced population resulting in more productive population activities. In addition to increasingly productive population activities, the need for housing increases and becomes a problem, especially in urban areas Andiyan & Nurjaman, 2021. Although administratively, Banten province is still relatively young, it does not mean that the people of this province are still culturally backward. ...Banten Provincial Government is planning the construction of flats and row houses in several locations in Banten Province. However, the flats and row houses that will be realized are currently being developed as prototypes for each of these dwellings. So that the flats and row houses that will be built according to the needs of the residents in them. Therefore, it is necessary to design simple rental flats or row houses that can support the community's needs regarding social and living comfort.... The city is located 140 km southeast of Jakarta and is the third-largest city in Indonesia after Jakarta and Surabaya. Based on data from the Central Statistics Agency BPS of Bandung City, the population of Bandung is currently proliferating Andiyan & Nurjaman, 2021. ... Andiyan AndiyanWima Alkad AlbadiraCihampelas Street Bandung is one of the main tourist destinations in Bandung; besides that, Cihampelas is also a residential area with a high population density. Jalan Cihampelas has many residential places, one of which is the Jardin Cihampelas Apartment. The Jardin Cihampelas Apartment is a building consisting of 4 building towers, namely towers A, B, C, and D. Each tower has 23 floors, and a U shape, Tower A - B and C - D are located close to each other on the inside of the "U" shaped mass surrounding the swimming pool. The approach used is geometry, and basic shapes, geometry, and basic shapes show that architecture is an expression of humans and is a basic principle always present from a work of architecture. This research aims to study the relationship between geometric shapes that affect the Jardin Cihampelas apartment building mass. The method used is a descriptive qualitative method using field surveys; the research study is the shape of the building mass in geometric shapes. The research variables discussed include basic form, unity, proportion, balance, rhythm, and emphasis. This research is expected to get useful results from studying the mass shape of the building in the Jardin Cihampelas apartment with the residential typology of tall buildings with geometric shapes in the processing of space in structures. Andiyan AndiyanIndra FahrulAbstrak Undang-Undang nomor 1 tahun 2011, tentang perumahan dan kawasan permukiman, dijelaskan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat, yang merupakan kebutuhan dasar manusia, dan yang mempunyai peran yang sangat strategis dalam pembentukan watak serta kepribadian bangsa sebagai salah satu upaya membangun manusia Indonesia seutuhnya, berjati diri, mandiri, dan produktif; bahwa negara bertanggung jawab melindungi segenap bangsa Indonesia melalui penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman agar masyarakat mampu bertempat tinggal serta menghuni rumah yang layak dan terjangkau di dalam perumahan yang sehat, aman, harmonis, dan berkelanjutan di seluruh wilayah Indonesia; bahwa pemerintah perlu lebih berperan dalam menyediakan dan memberikan kemudahan dan bantuan perumahan dan kawasan permukiman bagi masyarakat melalui penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman yang berbasis kawasan serta keswadayaan masyarakat sehingga merupakan satu kesatuan fungsional dalam wujud tata ruang fisik, kehidupan ekonomi, dan sosial budaya yang mampu menjamin kelestarian lingkungan hidup sejalan dengan semangat demokrasi, otonomi daerah, dan keterbukaan dalam tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Dijelaskan juga bawah permukiman kumuh adalah permukiman yang tidak layak huni karena ketidakteraturan bangunan, tingkat kepadatan bangunan yang tinggi, dan kualitas bangunan serta sarana dan prasarana yang tidak memenuhi syarat. Dan perumahan kumuh adalah perumahan yang mengalami penurunan kualitas fungsi sebagai tempat L Farid Surjamanto WonorahardjoThe implementation of Green Building criteria is relatively new in architectural practice, especially in Indonesia. Consequently, the integration of these criteria into design process has the potential to change the design process itself. The implementation of the green building criteria into the conventional design process will be discussed in this paper. The concept of this project is to design a residential unit with a natural air-conditioning system. To achieve this purpose, the Green Building criteria has been implemented since the beginning of the design process until the detailing process on the end of the project. Several studies was performed throughout the design process, such as 1 Conceptual review, where several professionally proved theories related to Tropical Architecture and passive design are used for a reference, and 2 Computer simulations, such as Computational Fluid Dynamics CFD and wind tunnel simulation, used to represent the dynamic response of the surrounding environment towards the building. Hopefully this paper may become a reference for designing a green residential from the multi-year experience in environmentally friendly building projects gained by CITERA of the Faculty of Architecture Sapienza University of Rome, the main goal of this paper is to apply this expertise for the planning of environmentally sound service buildings and facilities in natural protected areas, in order to increase tourist facilities avoiding the subsequent environmental impacts that too often are produced in areas with high environmental and landscaping values. Therefore, this paper will take into account the relationships between service buildings for tourism and their eventual ecological impacts in the surrounding areas, in order to pinpoint innovative envelope technologies as well as technical smart solutions for a sustainable promotion of tourist facilities, including, in addition to service buildings, even the requalification of paths and water routes. The other central aim of the project is to propose practical methods for the use of these service buildings and facilities as favourable places to disseminate environmental protection notions. Furthermore, the project foresees the application of a case study in the Bracciano-Martignano Regional Park. The obtained results may be used by other protected areas administrations as possible solutions for improving environmental sustainability of their tourism management JangBosung KimSung Hak KimThis study examines the effect of a building's green building certification on potential tenants’ willingness to rent by conducting a vignette-based experiment. The building sector accounts for a significant portion of global energy consumption and greenhouse gas emissions, and increasing attention has focused on the expansion of green buildings that are designed to minimize such negative environmental impacts. While green building certification is generally regarded an important driver expanding green buildings, researchers have given little attention to the relation between green building certification and potential tenants’ willingness to rent space in a building. This study examines whether green building certification can enhance potential tenants’ willingness to rent space in a building. It also explores under what conditions the effect of such certification can be heightened by considering the characteristics of potential tenants, buildings, and certifications. To test our hypotheses, 220 participants responded to a virtual office space rental scenario and 219 to an apartment rental scenario. The results show that a a green building certification increased potential tenants’ willingness to rent; b however, a higher certification grade did not further enhance potential tenants’ willingness to rent; and c potential tenants with higher levels of eco-friendliness exhibited higher willingness to rent buildings with a green buildings GBs bring multiple benefits to homebuyers. However, the lack of knowledge or uncertainty about these benefits, combined with a nominal price premium PP for GBs, may prevent prospective homebuyers from entering the GB market. Therefore, governmental incentives may be needed. The present study serves the dual purpose of examining the PP size that prospective homebuyers in Israel are willing to pay WTP for GBs, and investigating, for the first time, the potential impact of prevalent GB policy instruments on the premium's size. Findings from a nationwide online survey indicate an acceptable PP in the range of 7–10%. Expected maintenance savings and familiarity with GB concept and benefits are found to be positively associated with the size of the premium, while counterintuitively, financial incentives, such as tax breaks and subsidized loans, are found to result in lesser, rather than greater, WTP PP. This indicates that financial incentives to homebuyers may be counterproductive by generating emotive and opposite responses, and that a long-term governmental commitment to support GB maintenance may be more effective. The study suggests a mix of financial and non-financial GB incentives to homebuyers. The study mainly contributes to better-understanding of how potential homebuyers’ GB choice can be encouraged by applying informed policy tools. It also emphasizes the importance of evaluating unexpected consequences of future interventions in the GB the construction industry, concerted efforts are being made to quantitatively evaluate the environmental impacts of building materials and buildings using the life cycle assessment LCA approach. However, the existing building LCA model applies different evaluation systems and standards to building materials and buildings; thus, interlinking and integrating their evaluated values are made difficult. To overcome this problem, this study aims to develop an integrated building LCA model that enables the integration of all LCA results related to building materials used for constructing a building, the building components, and the whole building. First, the building LCA methods and certification criteria employed by major green building certification systems [Leadership in Energy & Environmental Design LEED, Comprehensive Assessment System for Built Environment Efficiency CASBEE, Building Research Establishment Environmental Assessment Methodology BREEAM, and Green Standard for Energy and Environmental Design G-SEED] were analyzed. Then, an integrated building LCA model that allows integration of the LCA results for building materials into those of the LCA of building components and the whole building was developed. Finally, we established an application plan for a stepwise application of the integrated building LCA model to G-SEED, a Korean green building certification system. The feasibility of the integrated building LCA model was confirmed by comparing it with the existing building LCA model in a case analysis, which demonstrated the applicability of the proposed integrated building LCA method in terms of building materials, building components, and whole A. BayNoah H. Rose Rowan D H BarrettPeter RalphRapid environmental change currently presents a major threat to global biodiversity and ecosystem functions, and understanding impacts on individual populations is critical to creating reliable predictions and mitigation plans. One emerging tool for this goal is high-throughput sequencing technology, which can now be used to scan the genome for signs of environmental selection in any species and any system. This explosion of data provides a powerful new window into the molecular mechanisms of adaptation, and although there has been some success in using genomic data to predict responses to selection in fields such as agriculture, thus far genomic data are rarely integrated into predictive frameworks of future adaptation in natural populations. Here, we review both theoretical and empirical studies of adaptation to rapid environmental change, focusing on areas where genomic data are poised to contribute to our ability to estimate species and population persistence and adaptation. We advocate for the need to study and model evolutionary response architectures, which integrate spatial information, fitness estimates, and plasticity with genetic architecture. Understanding how these factors contribute to adaptive responses is essential in efforts to predict the responses of species and ecosystems to future environmental TabbA. Senem DevirenContemporary architecture, and the culture it reflects dependent as it is on fossil fuels, has contributed to the cause and necessity of a burgeoning green process that emerged over the past half century. This text is the first to offer a comprehensive critical history and analysis of the greening of architecture through accumulative reduction of negative environmental effects caused by buildings, urban designs and settlements. Describing the progressive development of green architecture from 1960 to 2010, it illustrates how it is ever evolving and ameliorated through alterations in form, technology, materials and use and it examines different places worldwide that represent a diversity of cultural and climatic contexts. The book is divided into seven chapters with an overview of the environmental issues and the nature of green architecture in response to them, followed by an historic perspective of the pioneering evolution of green technology and architectural integration over the past five decades, and finally, providing the intransigent and culturally pervasive current examples within a wide range of geographic territories. The greening of architecture is seen as an evolutionary process that is informed by significant world events, climate change, environmental theories, movements in architecture, technological innovations, and seminal works in architecture and planning throughout each decade over the past fifty years. This time period is bounded on one end by the awareness of environmental problems beginning in the 1960's, the influential texts by Rachel Carson, Schumacher, Buckminster Fuller and Steward Brand, and the impact of the OPEC Oil Embargo of 1973, and on the other end the pervasiveness of the necessary greening of architecture that includes, systemic reforms in architectural and urban design, land use planning, transportation, agriculture, and energy production found in the 2000's. The greening process moves from remediation to holistic models of architecture. Geographical landscapes give a global account of the greening process where some examples are parallel and sympathetic, and others are in clear contrast to one another with very individuated approaches. Certain events, like the Rio Summit in 1992 and Kyoto Protocol in 1997, and themes, such as the Hannover Principles in 2000, provide a dynamic ideological critique as well as a formal and technical discussion of the embodied and accumulative content of greening principles in architecture. © Phillip James Tabb and A. Senem Deviren 2013. All rights frameworks incorporate social and psychological elements of environmentally significant behaviour, and most assume cognitive and deliberate decision-making. Household energy consumption behaviours, however, span a spectrum from reasoned and deliberate to unplanned and automatic. The aim of this paper is to advance knowledge of reasoned and unplanned behaviours in the context of pro-environmental action. Using results of a survey administered to occupants of an urban residential green building, this study explores five household consumption behaviours and tests the hypothesis that unplanned behaviours will be poorly predicted by a reasoned, values-based behavioural framework. Using path analyses, variables in a values-based framework are used to predict surveyed behaviours. Findings indicate that behaviours hypothesized to be unplanned were not well predicted by the values-based framework. The framework successfully predicted what was hypothesized to be a fully reasoned behaviour. Three potential reasons are discussed for the lack of prediction of some behaviours. A deeper understanding of how unplanned, automatic or habitual behaviours intervene in conservation intentions can help policy-makers and building designers better respond to influences of occupant behaviour on building dan Paradigma Penelitian Sosial. Yogyakarta Tiara wacanaAgus Daftar PustakaSalimDAFTAR PUSTAKA Agus Salim. 2001. Teori dan Paradigma Penelitian Sosial. Yogyakarta Tiara wacana.
Sejaktahun 2010, konsep hunian co living kembali menjadi tren di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Umumnya, hunian co living ini dipilih oleh kalangan anak muda yang belum berkeluarga. Selain itu, hunian co living ini juga populer karena menawarkan kenyamanan, perabotan lengkap, dan manajemen yang profesional sehingga jauh berbeda
p> Abstract Vertical Housing still become the solution of fulfilling housing needs as dense and slum settlement spread, such as in Manggarai, South Jakarta. Vertical Housing which had been built in Jakarta which had to do a fast construction sometimes ignore the social and economic factors of occupants, as well as the impact of construction to environment. Therefore, the construction of Vertical Housing has to integrate the social, economic, and environmental factor. The problem of design is how to design a form of building such as space and building façade which able to facilitate activities and occupants’ need which is affected by site conditions and social life of occupants. This Vertical Housing aims to get spaces for activities and fulfilling the needs of occupants in the present and the future, and minimizing negative impacts of construction to environment. Design methode based on the concept of Sustainable Architecture because it considers the balancing of social, economic and environmental factors. The implementation of Sustainable Architecture is done by applying five S ustainable A rchitecture chosen aspects, such as sustainable site and land-use, sustainable energy, sustainable material, sustainable water, and sustainable community. These design aspects of Sustainable Architecture will result some concepts such as provision of shared social and economy spaces, green open spaces, the use of durable and eco-friendly materials, building façade responds to climate, and waste treatment system. Keywords Economic, Environment, Social, Sustainable Architecture, Vertical Housing

Siapasangka dengan konsep arsitektur tematik ini, permasalahan lantai bisa diselesaikan dengan lebih mudah. Karena desain bangunannya bisa dibuat unik meski medannya tidak begitu luas. Bahkan dimungkinkan untuk berdiri di area yang sangat sempit. Solusinya adalah memperbanyak ruang, mempersempit medan tetapi ingin memiliki hunian yang unik dan Menurut Kostof, arsitektur telah mulai ada pada saat manusia mampu mengolah lingkungan hidupnya. Pembuatan tanda-tanda di alam yang membentang tak terhingga itu untuk membedakan dengan wilayah lainnya. Tindakan untuk membuat tanda pada suatu tempat itu dapat dikatakan sebagai bentuk awal dari arsitektur. Pada saat itu manusia sudah mulai merancang sebuat tempat. Bentuk arsitektur pada masa pra-aksara dapat dilihat dari tempat hunian manusia pada saat itu. Mungkin kita sulit membayangkan atau menyimpulkan bentuk rumah dan bangunan yang berkembang pada masa pra-aksara saat itu. Dari pola mata pencaharian manusia yang sudah mengenal berburu dan melakukan pertanian sederhana dengan ladang berpindah memungkinkan adanya pola pemukiman yang telah menetap. Gambar-gambar dinding goa tidak hanya mencerminkan kehidupan sehari- Sumber Harry Widianto dan Truman Simanjuntak. 2011. Jejak Langkah Setelah Sangiran. Jawa Tengah Balai Pelastarian Situs Manusia Purba Sangiran. hari, tetapi juga kehidupan spiritual. Cap-cap tangan dan lukisan di goa yang banyak ditemukan di Papua, Maluku, dan Sulawesi Selatan dikaitkan dengan ritual penghormatan atau pemujaan nenek moyang, kesuburan, dan inisiasi. Gambar dinding yang tertera pada goa-goa mengambarkan pada jenis binatang yang diburu atau binatang yang digunakan untuk membantu dalam perburuan. Anjing adalah binatang yang digunakan oleh manusia pra-aksara untuk berburu binatang. Bentuk pola hunian dengan menggunakan penadah angin, menghasilkan pola menetap pada manusia masa itu. Pola hunian itu sampai saat ini masih digunakan oleh Suku Bangsa Punan yang tersebar di Kalimantan. Bentuk hunian itu merupakan bagian bentuk awal arsitektur di luar tempat hunian di goa. Secara sederhana penadah angin merupakan suatu konsep tata ruangan yang memberikan secara implisit memberikan batas ruang. Pada kehidupan dengan masyarakat berburu yang masih sangat tergantung pada alam, mereka lebih mengikut ritme dan bentuk geografis alam. Dengan demikian konsep ruang mereka masih kurang bersifat geometris teratur. Pola garis lengkung tak teratur seperti aliran sungai, dan pola spiral seperti route yang ditempuh mungkin adalah citra pola ruang utama mereka. Ruang demikian belum m e n g u t a m a k a n arah utama. Secara sederhana dapatlah kita lihat bahwa, pada masa pra- aksara konsep tata ruang, atau yang saat ini kita kenal dengan arsitektur itu sudah mereka kenal. Sumber Harry Widianto dan Truman Simanjuntak. 2011. Jejak Langkah Setelah Sangiran. Jawa Tengah Balai Pelastarian Situs Manusia Purba Sangiran. Gambar Pola Lukisan tangan yang ditemukan di Indonesia No. 1 2 3 4 5 6 7 Nama Alat Kegunaan Daerah Temuan Gambar/Lukiskan Uji Kompetensi 1. Coba kamu diskusikan, mengapa manusia purba membuat peralatan dari bebatuan, kayu, dan tulang? 2. Peralatan yang dibuat oleh manusia purba dari batu dapat digunakan sebagai alat serba guna, coba jelaskan dan beri contoh! 3. Coba kamu inventarisir alat-alat manusia purba pada zaman batu dan masukkan ke dalam tabel di bawah ini 4. Setelah selesai mengisi tabel di atas, kamu lukiskan dalam bentuk peta persebaran peralatan manusia purba! Setelah membaca secara keseluruhan bab ini marilah kita sama-sama menyimpulkan nilai-nilai apa yang dapat dipetik dari kehidupan masa lalu itu untuk kehidupan pada masa kini dan masa mendatang. 1. Untuk mempelajari sejarah awal manusia ahli sejarah bergantung pada disiplin arkeologi, geologi dan biologi dan cabang-cabang ilmu lainnya. Masa pra-aksara terbentang dari penemuan manusia pertama di planet bumi ini hingga ditemukannya tulisan. Cerita sejarahnya mulai sejak sekitar atau barangkali sekitar tahun lalu. 2. Pengetahuan tentang kehidupan manusia pra-aksara menyediakan jawaban tentang asalusul manusia dan kemanusiaan, serta keberadaan manusia di dunia dalam mencapai impiannya dan rintangan-rintangan yang dihadapinya. Sebagai sebuah bangsa, pembelajaran mengenai kehidupan manusia pra-aksara hendaknya menggugah kita untuk memperbarui pertanyaan klasik seperti, dari manakah kita berasal dan bagaimana evolusi perjalanan hidup manusia di masa lalu hingga mencapai suatu tahap sejarah ke tahap berikutnya? 3. Semakin sadar kita tentang asal usul dan evolusi yang dijalani nenek moyang di masa lampau, hendaknya semakin ingat pula kita tentang tugas dan tanggung jawab sebagai seorang peserta didik yang akan membangun bangsa ini. 4. Nenek moyang orang Indonesia di masa lampau telah menjalani sejarah yang amat panjang dan berat dengan segala tantangan zaman yang dihadapi pada masanya. Mereka telah mengalami evolusi atau transformasi sedemikian rupa yaitu, dari nomaden ke kehidupan menetap, dari mengumpulkan makanan dan berburu menjadi penghasil bahan makanan, dari ketergantungan total pada alam dan teknologi dalam bentuk manual kepada upaya menciptakan alat yang kian lama kian canggih, dan dari hidup berkelompok berdasarkan sistem kepemimpinan primus interpares ke susunan masyarakat yang lebih teratur. Semua itu berlangsung dengan cara yang tak mudah dan memakan waktu yang lama, bahkan ribuan tahun. 5. Perubahan-perubahan itu tidak mengalir begitu saja, tetapi dimulai dari reflesi berpikir dan gagasan hasil interaksi mereka dengan alam sekitar. Kondisi lingkungan yang berat mengajarkan bagaimana, misalnya, membuat alat yang tepat untuk memecahkan persoalan yang dihadapi. Dalam masyarakat, generasi yang lebih tua meneruskan tradisi dan pengalaman kolektifnya kepada yang lebih muda. Dengan akumulasi pengalaman kolektif itu mereka belajar meningkatkan pengetahuan dan keterampilan. 6. Pencapaian prestasi yang diraih manusia modern dewasa ini telah mengubah dunia dengan cara yang mungkin tak terbayangkan oleh nenek moyang mereka di masa silam. Kehidupan modern dibayar dengan harga besarnya energi yang telah dikuras oleh manusia, baik itu yang tidak terbarui antara lain minyak bumi, gas, dan batubara maupun yang terbarui air, kayu, hutan dan lain-lain. Karena itu, seorang ahli ilmu hayat Tim Flannery menyebut manusia Homo sapiens zaman modern berbeda dengan nenek moyang mereka, karena mereka tidak lain adalah “pemangsa masa depan”. Julukan ini tidak salah apabila kita menghitung kembali kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh eksploitasi manusia hingga saat ini. Bahkan, sumberdaya alami antara lain tambang mineral, bahan bakar fosil, keindahan alam, hutan tropis, dan sumber daya lautan yang seharusnya bukan menjadi hak manusia saat ini, tetapi warisan bagi anak- cucu di masa mendatang, sudah mulai dimanfaatkan atau malah sudah dimakan habis. 7. Kekayaan sumber kearifan lokal zaman pra-aksara menyediakan inspirasi dan sekaligus peringatan bagi generasi kita bagaimana hubungan harmoni antara manusia dan alam tidak perlu menimbulkan malapetaka bagi manusia lain. Kekayaan alam pikir manusia pra-aksara jelas merupakan kearifan lokal yang harus terus menerus digali lagi dan bukan diremehkan. Mitos- mitos tentang awal penciptaan dunia dan asal-usul manusia dengan cerita yang berbeda-beda di berbagai suku bangsa, tidak hanya mengandung nilai pelajaran di dalamnya, tetapi juga, kalau ditelusuri lebih jauh, membawa pesan-pesan rasional yang sering disampaikan secara simbolik. Maka, di saat manusia modern hidup semakin individualistik, semakin terasa pula kebutuhan untuk menegakkan nilai-nilai kearifan lokal. Entah itu yang namanya berupa gotong royong, kekeluargaan dan kebersamaan. Itulah kebiasaan nenek moyang, misalnya, dalam rangka membangun kampung, mendirikan bangunan- bangunan dari batu besar atau megalitik. Tidak jarang pula para pemimpin kelompok sosial mengadakan pesta jasa sebagai bukti bahwa mereka dapat memberikan kesejahteraan bagi anggota masyarakatnya. Semua anggota masyarakat ikut terlibat dan secara bersama-sama melaksanakan upacara- upacara. Masyarakat yang telah merasakan kesejahteraan yang diberikan pemimpin akan membalas jasa itu dengan bergotong royong mengangkut dan mendirikan batu tegak prasasti bagi pemimpinnya. Di masa lampau, sifat gotong royong itu, tidak saja terlihat dalam mendirikan bangunan megalitik tetapi juga untuk pendirian rumah, upacara syukuran panen, serta upacara kematian. Apa pun bentuknya, pengalaman kolektif manusia pra-aksara adalah akar tunggang dari budaya Nusantara, yang tentunya dapat memperkuat budaya Indonesia modern dalam mengarungi globalisasi abad ke-21 ini. Gambar Relief yang mengambarkan aktifitas pandai logam Sumber Bambang Budi Utomo. 2010 Atlas Sejarah Indonesia Masa Klasik Hindu-Buddha. Jakarta Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata.
CN JAKARTA - Pandemi yang cukup lama melanda Indonesia saat ini telah banyak mempengaruhi gaya hidup dan aspek pada perkembangan perancangan arsitektur. Salah satunya terkait dengan desain bangunan hunian rumah tinggal, dimana rumah telah menjadi salah satu objek penting dalam kegiatan sehari-hari manusia terutama di masa pandemi yang memaksa orang untuk work from home.
61 Sejarah Indonesia yang ada di Eropa. Di Eropa zaman logam ini mengalami tiga fase, zaman tembaga, perunggu dan besi. Di Kepulauan Indonesia hanya mengalami zaman perunggu dan besi. Zaman perunggu merupakan fase yang sangat penting dalam sejarah. Beberapa contoh benda- benda kebudayaan perunggu itu antara lain kapak corong, nekara, moko, berbagai barang perhiasan. Beberapa benda hasil kebudayaan zaman logam ini juga terkait dengan praktik keagamaan misalnya nekara. 5. Konsep Ruang pada Hunian Arsitektur Menurut Kostof, arsitektur telah mulai ada pada saat manusia mampu mengolah lingkungan hidupnya. Pembuatan tanda-tanda di alam yang membentang tak terhingga itu untuk membedakan dengan wilayah lainnya. Tindakan untuk membuat tanda pada suatu tempat itu dapat dikatakan sebagai bentuk awal dari arsitektur. Pada saat itu manusia sudah mulai merancang sebuat tempat. Bentuk arsitektur pada masa pra-aksara dapat dilihat dari tempat hunian manusia pada saat itu. Mungkin kita sulit membayangkan atau menyimpulkan bentuk rumah dan bangunan yang berkembang pada masa pra-aksara saat itu. Dari pola mata pencaharian manusia yang sudah mengenal berburu dan melakukan pertanian sederhana dengan ladang berpindah memungkinkan adanya pola pemukiman yang telah menetap. Gambar-gambar dinding goa tidak hanya mencerminkan kehidupan sehari- Sumber Harry Widianto dan Truman Simanjuntak. 2011. Jejak Langkah Setelah Sangiran. Jawa Tengah Balai Pelastarian Situs Manusia Purba Sangiran. Gambar Lukisan tangan di dalam dinding goa Diunduh dari http 62 Kelas X SMAMASMKMAK Edisi Revisi Semester 1 hari, tetapi juga kehidupan spiritual. Cap-cap tangan dan lukisan di goa yang banyak ditemukan di Papua, Maluku, dan Sulawesi Selatan dikaitkan dengan ritual penghormatan atau pemujaan nenek moyang, kesuburan, dan inisiasi. Gambar dinding yang tertera pada goa-goa mengambarkan pada jenis binatang yang diburu atau binatang yang digunakan untuk membantu dalam perburuan. Anjing adalah binatang yang digunakan oleh manusia pra-aksara untuk berburu binatang. Bentuk pola hunian dengan menggunakan penadah angin, menghasilkan pola menetap pada manusia masa itu. Pola hunian itu sampai saat ini masih digunakan oleh Suku Bangsa Punan yang tersebar di Kalimantan. Bentuk hunian itu merupakan bagian bentuk awal arsitektur di luar tempat hunian di goa. Secara sederhana penadah angin merupakan suatu konsep tata ruangan yang memberikan secara implisit memberikan batas ruang. Pada kehidupan dengan masyarakat berburu yang masih sangat tergantung pada alam, mereka lebih mengikut ritme dan bentuk geografis alam. Dengan demikian konsep ruang mereka masih kurang bersifat geometris teratur. Pola garis lengkung tak teratur seperti aliran sungai, dan pola spiral seperti route yang ditempuh mungkin adalah citra pola ruang utama mereka. Ruang demikian belum m e n g u t a m a k a n arah utama. Secara sederhana dapatlah kita lihat bahwa, pada masa pra- aksara konsep tata ruang, atau yang saat ini kita kenal dengan arsitektur itu sudah mereka kenal. Sumber Harry Widianto dan Truman Simanjuntak. 2011. Jejak Langkah Setelah Sangiran. Jawa Tengah Balai Pelastarian Situs Manusia Purba Sangiran. Gambar Pola Lukisan tangan yang ditemukan di Indonesia Diunduh dari http 63 Sejarah Indonesia No. 1 2 3 4 5 6 7 Nama Alat Kegunaan Daerah Temuan GambarLukiskan Uji Kompetensi 1. Coba kamu diskusikan, mengapa manusia purba membuat peralatan dari bebatuan, kayu, dan tulang? 2. Peralatan yang dibuat oleh manusia purba dari batu dapat digunakan sebagai alat serba guna, coba jelaskan dan beri contoh 3. Coba kamu inventarisir alat-alat manusia purba pada zaman batu dan masukkan ke dalam tabel di bawah ini 4. Setelah selesai mengisi tabel di atas, kamu lukiskan dalam bentuk peta persebaran peralatan manusia purba Diunduh dari http 64 Kelas X SMAMASMKMAK Edisi Revisi Semester 1 Setelah membaca secara keseluruhan bab ini marilah kita sama-sama menyimpulkan nilai-nilai apa yang dapat dipetik dari kehidupan masa lalu itu untuk kehidupan pada masa kini dan masa mendatang. 1. Untuk mempelajari sejarah awal manusia ahli sejarah bergantung pada disiplin arkeologi, geologi dan biologi dan cabang-cabang ilmu lainnya. Masa pra-aksara terbentang dari penemuan manusia pertama di planet bumi ini hingga ditemukannya tulisan. Cerita sejarahnya mulai sejak sekitar atau barangkali sekitar tahun lalu. 2. Pengetahuan tentang kehidupan manusia pra-aksara menyediakan jawaban tentang asalusul manusia dan kemanusiaan, serta keberadaan manusia di dunia dalam mencapai impiannya dan rintangan-rintangan yang dihadapinya. Sebagai sebuah bangsa, pembelajaran mengenai kehidupan manusia pra-aksara hendaknya menggugah kita untuk memperbarui pertanyaan klasik seperti, dari manakah kita berasal dan bagaimana evolusi perjalanan hidup manusia di masa lalu hingga mencapai suatu tahap sejarah ke tahap berikutnya? 3. Semakin sadar kita tentang asal usul dan evolusi yang dijalani nenek moyang di masa lampau, hendaknya semakin ingat pula kita tentang tugas dan tanggung jawab sebagai seorang peserta didik yang akan membangun bangsa ini. 4. Nenek moyang orang Indonesia di masa lampau telah menjalani sejarah yang amat panjang dan berat dengan segala tantangan G. Kesimpulan Diunduh dari http
Нтωмак асምзΟպራγ еቪ ֆФевсոηո па оψи
Псεսոк увсኩγυниպаՑለ ւባжаАդунωճ τефоջишеши и
Ζаቶωвሰфի υփоцаጉωша еслዡбሬвуሠԻμታርач наչըтрօхαТεկα ծибիርուኖε еዜ
Εβ ኩጮψևрոςаΞαցуզևсишу ш ωՃуηխктиዠ азевсуζ ըտαпаζоռоճ
Temuandari penelitian ini mendapatkan bahwa banguna Cite a Docks telah menetapkan konsep arsitektur modular, baik secara kualitas setiap modul ruang ataupun pada struktur bangunan. Setiap ukuran
Sumber Facts of Bali Arsitektur Bali muncul dan berkembang dengan segala aturan-aturan transisional yang diwarisi sejak zaman dahulu hingga sekarang. Masuk dalam jenis arsitektur vernakular, Arsitektur Bali didesain oleh masyarakat berdasarkan kearifan lokal. Bangunan-bangunannya pun menggunakan bahan-bahan lokal termasuk bagian struktur, finishing, hingga dekorasi. Pada zaman abad ke-8 hingga ke-16 pengaruh gaya arsitektur Hindu dan Budha klasik banyak dijumpai pada bangunan candi-candi di Indonesia khususnya di tanah Jawa. Tak heran kalau bangunan tradisional Bali memiliki unsur yang unik. Hal itu karena perpaduan dari pengaruh Hindu Budha dan masyarakat Jawa Aboriginal yang berdiam di Bali kala itu. Pada masa awal, arsitektur Bali menggunakan pedoman utama berupa prinsip Kaja-kelod. Kaja berarti meghadap di mana gunung berada, sementara kelod berarti menghadap di mana laut berada. Konsep mistis Kaja-kelod ini sering kali dipakai pada perencanaan penempatan bangunan rumah atau pura desa. Bangunan yang bersifat suci diletakkan di bagian kaja, sedangkan bangunan biasa diletakkan di bagian kelod. Pura keluarga biasanya ditempatkan di bagian kaja, sedangkan rumah tempat tinggal di bagian kelod. Baca Juga Kenalan dengan Arsitektur Vernakular Beserta Ciri-ciri dan Contohnya Filosofi desain pada bangunan Bali berpusat pada tradisi Hindu Bali yang melandasi sebagian besar karya arsitektur. Berikut adalah beberapa konsep penting dalam arsitektur Bali yang perlu diketahui Tri Hata Karana Tiga bentuk hubungan yang harmonis dan keseimbangan antara 3 unsur kehidupan, yaitu kepada Tuhan, sesama manusia dan kepada alam semesta. Tri Mandala Tiga bagian zonasi sesuai fungsi dan prioritas. Sanga Mandala Sembilan Zona yang merupakan persilangan konsep Tri Mandala Tri Loka Tiga tingkatan ruang yang dihubungkan dengan konsep tiga alam yang berbeda Tri Angga Tiga bagian bangunan yang harus ada dalam fasad, yaitu kepala, badan dan kaki Asta Kosala Kosali Aturan merancang bangunan sesuai fungsi dan peruntukan, juga berisi tentang pemilihan bahan, perhitungan, ukuran, antropologi, dll Manik Ring Cecupu Konsep keharmonisan skala antara manusia sebagai penghuni dan bangunan sebagai wadah Bah-Bangun Konsep keseimbangan antara tinggi dan lebar atau dalam arsitektur modern kita kenal dengan istilah d/h. Masyarakat Bali hidup dengan berlandaskan Tri Hita Karana yaitu tiga penyebab kebahagiaan. Oleh karena itu, orang Bali sangat percaya bahwa mereka hidup di dunia untuk menciptakan Hita kebahagiaan di bumi. Mereka selalu membangun hubungan yang baik kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa Tuhan, sesama manusia, dan juga alam semesta. Dengan membangun hubungan baik ke tiga arah ini, maka dapat menimbulkan kebahagiaan dan kesejahteraan dalam hidup. Pembagian Zonasi Rumah dalam Arsitektur Bali Konsep Tri Hita Karana ini diterapkan di sebagian besar bidang kehidupan termasuk arsitektur. Orang Bali percaya bahwa rumah bukan hanya untuk tempat tinggal manusia. Namun juga Sthana untuk Manifestasi Tuhan sebagai Dewa-Dewi dan tempat untuk hewan peliharaan dan tumbuh-tumbuhan di taman. Harmoni tiga unsur ini yang membuat arsitektur bali selalu membagi rumah menjadi tiga bagian utama, yaitu Sanggah atau Merajan Sumber “Sanggah” atau “Merajan” merupakan area yang disucikan, terdapat Pelinggih tugu sebagai kiblat sembahyang kehadapan Tuhan dan untuk menghormati para leluhur. Bale “Bale” merupakan sebutan untuk bangunan fungsional tempat beraktivitas yang dibagi menjadi empat, yaitu Bale Daja di Utara, Bale Dangin di Timur, Bale Delod di Selatan dan Bale Dauh di Barat. Natah Sumber “Natah” adalah ruang kosong di tengah rumah sebagai tempat berkumpul, tempat membuat taman, dan kolam. Pada halaman belakang rumah biasanya terdapat “Tebaa” yang merupakan area untuk menempatkan hewan peliharaan. Baca Juga 11 Gambar Rumah Minimalis Arsitektur Modern Mau Pilih yang Mana? Rumah tradisional Bali biasanya akan dipecah menjadi bangunan bale-bale. Satu pekarangan rumah bisa berisi empat hingga enam bangunan utama sehingga rumah tradisional memerlukan lahan yang luas. Namun rumah tradisional biasanya tidak dihuni oleh satu kepala keluarga, namun satu keluarga besar. Selain itu, di setiap arsitektur rumah Bali selalu terdapat pura kecil dan patung di di bagian depan hunian. Nah, hal itu sengaja dilakukan sebagai bentuk penghormatan terhadap leluhurnya yang telah meninggal. Selain itu, pura dihadirkan untuk menjunjung tinggi hubungan manusia dengan sang Pencipta. Jangan lupa kunjungi untuk dapatkan artikel menarik lainnya seputar properti. Kamu juga bisa mencari properti yang sesuai kebutuhanmu seperti Springhill Yume Lagoon hanya di
PerumahanKonsep Villa, Lombok. July 25, 2020. October 23, 2021. desain rumah idaman. Perumahan konsep villa adalah konsep baru dari perumahan yang banyak tumbuh di lokasi dengan view menarik. Dalam perjalanannya sebagai sebuah studio arsitektur, DRI telah memiliki hubungan baik dengan banyak klien yang tersebar di seluruh Indonesia.
Di kota besar dan metro pengembangan hunian vertikal sudah menjadi kebutuhan yang sangat mendesak, permasalahan berupa ketersediaan lahan merupakan salah satu faktor pendorong pemangku kepentingan untuk segera menyelesaikan permasalahan tersebut. Kontruksi yang digunakan pun bermacam-macam dan terus berkembang setiap tahunnya. Pada masa setelah perang dunia kedua konsep hunian dengan modular mulai popular, dan konsep tersebut memiliki banyak keunggulan sehingga pada masa sekarang sudah mulai digunakan dan dikembangkan. Secara general konsep Arsitektur Modular dapat didefinisikan berupa objek rancangan berdasarkan modul tertentu, dengan bentuk yang sama dan diulang secara berulang-ulang. Le Corbusier juga berpendapat pada “Teori Modular” bahwa melihat Modular bukan hanya sebagai angka yang mengadopsi harmoni, namun juga sebagai alat pengukur yang dapat menghitung jarak, permukaan, dan volume. Sampai saat ini belum tercatat infomasi yang jelas mengenai pengaplikasian sistem modular di Indonesia, baik pada hunian secara vertikal maupun horizontal. Melihat permasalahan tersebut sudah saatnya dikaji lebih lanjut terhadap efisiensi waktu efektifitas, efisiensi ekonomi pertimbangan ekonomi serta potensi pengembangan Konsep Arsitektur Modular pada bangunan Hunian Vertikal di Indonesia. Pada penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif yang menjelaskan secara deskriptif mengenai hunian vertikal yang menerapkan dari beberapa konsep modular pada bangunanya. Adapun bangunan tersebut yaitu Rumah Susun ITB Jatinangor, Cite a Docks France dan Raines Court London. Tujuan dari penelitian ini ialah mengkaji lebih lanjut mengenai prinsip dan syarat dari konsep Arsitektur modular secara general dan penerapan yang terjadi apabila konsep tersebut diaplikasikan pada Hunian Vertika Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free Telaah Arsitektur Modular Pada Bangunan Hunian vertikal Shely Pratiwi Sanjaya Putri Ari Widyati Purwantiasning KLASTER KEILMUANPERMUKIMAN DAN PERKOTAAN Program Studi Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Jakarta !!arsitekturUMJpress.Jakarta,'Januari'2022'ISBN'978-602-5428-54-8'Telaah Arsitektur Modular Pada Bangunan Hunian vertikal Shely Pratiwi Sanjaya Putri Ari Widyati Purwantiasning Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta 1 Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekomoni sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat 1 huruf i untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 satu tahun dan/ atau pidana denda paling banyak Rp. seratus juta rupiah. 2 Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/ atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat 1 huruf c, huruf d, huruf f, dan/ atau huruf h untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tiga tahun dan/ atau pidana denda paling banyak Rp. lima ratus juga rupiah 3 Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/ atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat 1 huruf a, huruf b, huruf e, dan/ atau huruf g untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 empat tahun dan/ atau pidana denda paling banyak Rp. satu milyar rupiah 4 Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat 3 yang dilakukan dalam bentuk pembajakan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 sepuluh tahun dan/ atau pidana denda paling banyak Rp. empat milyar rupiah. Telaah Arsitektur Modular Pada Bangunan Hunian vertikal Ó!2022!shely!pratiwi!sanjaya!putri,!ari!widyati!purwantiasning!!Penulis Shely Pratiwi Sanjaya Putri Ari Widyati Purwantiasning Kulit Depan, Konsep Disain dan Tata Letak Ari Widyati Purwantiasning Foto-Foto Koleksi Shely Pratiwi Sanjaya Putri Ari Widyati Purwantiasning Penyunting Saeful Bahri Penerbit Arsitektur UMJ Press Jalan Cempaka Putih Tengah 27 Jakarta 10510 Tel./ Fax. 021-4256024 email vii+121 halaman; ilustrasi; 15 x 21 cm ISBN 978-602-5428-54-8'Cetakan I Januari 2022 Hak cipta dilindungi undang-undang Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan dengan cara apapun, termasuk fotokopi, tanpa izin tertulis dari penerbit Dicetak di Jakarta, Indonesia Pengantar!Di kota besar dan metro pengembangan hunian vertikal sudah menjadi kebutuhan yang sangat mendesak, permasalahan berupa ketersediaan lahan merupakan salah satu faktor pendorong pemangku kepentingan untuk segera menyelesaikan permasalahan tersebut. Kontruksi yang digunakan pun bermacam-macam dan terus berkembang setiap tahunnya. Pada masa setelah perang dunia kedua konsep hunian dengan modular mulai popular, dan konsep tersebut memiliki banyak keunggulan sehingga pada masa sekarang sudah mulai digunakan dan dikembangkan. Secara general konsep Arsitektur Modular dapat didefinisikan berupa objek rancangan berdasarkan modul tertentu, dengan bentuk yang sama dan diulang secara berulang-ulang. Le Corbusier juga berpendapat pada “Teori Modular” bahwa melihat Modular bukan hanya sebagai angka yang mengadopsi harmoni, namun juga sebagai alat pengukur yang dapat menghitung jarak, permukaan, dan volume. Sampai saat ini belum tercatat infomasi yang jelas mengenai pengaplikasian sistem modular di Indonesia, baik pada hunian secara vertikal maupun horizontal. Melihat permasalahan tersebut sudah saatnya dikaji lebih lanjut terhadap efisiensi waktu efektifitas, efisiensi ekonomi pertimbangan ekonomi serta potensi pengembangan Konsep Arsitektur Modular pada bangunan Hunian Vertikal di Indonesia. Pada penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif yang menjelaskan secara deskriptif mengenai hunian vertikal yang menerapkan dari beberapa konsep modular pada bangunanya. Adapun bangunan tersebut yaitu Rumah Susun ITB Jatinangor, Cite a Docks France dan Raines Court London. Tujuan dari penelitian ini ialah mengkaji lebih lanjut mengenai prinsip dan syarat dari konsep Arsitektur modular secara general dan penerapan yang terjadi apabila konsep tersebut diaplikasikan pada Hunian Vertikal !Shely!Pratiwi!Sanjaya!Putri!!Ari!Widyati!Purwantiasning!!Jakarta,!Januari!2022!! !!!!!Daftar Isi PENGANTAR!!! ! ! ! ! v!DAFTAR!ISI! ! ! ! ! ! vii!!!!!!!!01$PENDAHULUAN$$$$$$1$ $$02$KAJIAN$ARSITEKTUR$MODULAR$ $ $ 7$$$$$$03$TINJAUAN$STUDI$KASUS$$RUSUNA$ITB$JATINANGOR$ $ $ $ 29$$04$TINJAUAN$STUDI$KASUS$CITE$A$DOCKS$FRANCE$$$$61$$05$TINJAUAN$STUDI$KASUS$RAINES$COURTS$LONDON$$$$87$$06$PENUTUP$$$$$$107$$07$DAFTAR$PUSTAKA$$$$$115$TENTANG&PENULIS&&&&&119& Penggunaan lahan yang terus meningkat di kota-kota besar, kelak akan menimbulkan massalah keterbatasan lahan di masa yang akan datang. Setiap tahun tingkat kelahiran dan migrasi penduduk dari berbagai daerah semakin bertambah Utami, 2011. Pada kenyataanmya bahwa lahan di perkotaan semakin terbatas dan nilai lahan yang semakin meningkat tiap tahunnya, dan akan menimbulkan sebuah permukiman yang padat di Kawasan-kawasan yang dianggap strategis seperti Kawasan industri, pusat-pusat kota dan perguruan tinggi. Dalam merespon permasalahan ini, alternatif yang dianggap paling sesuai untuk kondisi tersebut yaitu pembangunan secara vertikal dengan menyediakan fasilitas berhuni berupa hunian vertikal Satria dan Sunaryo, 2015. Di kota besar dan metropolitan, pengembangan hunian vertikal sudah menjadi kebutuhan yang sangat mendesak, permasalahan berupa ketersediaan lahan merupakan salah satu faktor pendorong pemangku kepentingan untuk segera menyelesaikan permasalahan tersebut, seperti memikirkan pola pengembangan baik berupa perumahan dan pemukiman, yang pada saat ini pengembangan hunian tapak landed house masih mendominasi. Dampak yang terjadi berupa perubahan fungsi lahan pertanian produktif, menjadi kawasan perumahan yang akan mengakibatkan degradasi lingkungan Murbaintoro dkk 2009. Di Indonesia sendiri hunian vertikal terbagi menjadi 3 jenis, yaitu Rusuna rumah susun sederhana yang pada umumnya dihuni oleh golongan kurang mampu, apartemen rumah susun menengah umumnya untuk dijual atau disewakan oleh PERUMNAS maupun pengembang swasta untuk kalangan menengah ke bawah dan kondominium rumah susun mewah dikembangkan oleh swasta dan dijual kepada masyarakat menengah ke atas dan kepada orang asing atau expatriate Purwanto, 2016. Setelah masa perang dunia kedua yang berlangsung, muncullah sebuah ide pembangunan yang mulai popular dipakai dari masa setelah perang dunia kedua di Eropa, dimana pada saat itu masyarakat membutuhkan sebuah hunian yang cepat dan semurah mungkin. Hendry Ford pernah berkata “Pengulangan dan kesederhanaan, itulah cara anda menghemat uang”. Kemudian populerlah konsep “modular” pada saat itu, yang menjadi dasar dalam pembentukan hunian cepat dan murah. Secara general konsep Arsitektur Modular dapat didefinisikan sebagai obyek rancangan berdasarkan modul tertentu, dengan bentuk yang sama dan diulang secara berulang-ulang. Menurut buku karya Carliss Young Baldwin dan Kim B. Clark yang berjudul “Design Rule The Power Of Modularity”, modular dalam desain merupakan pendekatan desain yang membagi sistem menjadi bagian-bagian yang lebih kecil, yang disebut “Modul”. Le Corbusier juga berpendapat bahwa pada “Teori Modular”, Modular dapat dilihat bukan hanya sebagai angka yang mengadopsi harmoni, namun juga sebagai alat pengukur yang dapat menghitung jarak, permukaan, dan volume, serta "menjaga skala manusia dimanapun." Hunian vertikal modular membuat standar yang bisa digunakan dan diterapkan dalam faktor yang nyata, seperti dimensi, manufaktur bahan, dan perakitan bangunan untuk mempercepat pembangunan, mengurangi biaya pengerjaan dan meminimalisir limbah bangunan Sanjaya dan Tobing, 2016. Modul-modul yang tercipta akan bersifat universal dan bisa diaplikasikan untuk bangunan lain secara fleksibel. Prinsip Arsitektur Modular merupakan unit-unit yang mudah ditambah dan dikurangi dengan mempertimbangkan mobilitas modul dari tempat produksi menuju site rancangan, namun modul perlu dirakit lebih dahulu antar komponennya erection di tempat yang seharusnya dari komponen tersebut Tatum dkk, 1987. Rata-rata sebuah modul telah disusun tembok, atap, lantai dan telah diselesaikan 60%-90% di luar site yaitu di dalam pabrik, kemudian ditransportasikan dan dirakit di dalam site sebuah proyek pembangunan Velamati, 2012. Sampai saat ini belum tercatat infomasi yang jelas mengenai pengaplikasian sistem modular di Indonesia, baik pada hunian vertikal maupun horizontal. Sudah saatnya dikaji lebih lanjut terhadap efisiensi waktu efektifitas, efisiensi ekonomi pertimbangan ekonomi serta potensi pengembangan Konsep Arsitektur Modular pada bangunan Hunian Vertikal di Indonesia. Buku ini merupakan hasil dari kajian dan penelitian yang memiliki tujuan khusus. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji lebih dalam mengenai prinsip dan syarat dari konsep Arsitektur modular secara general dan penerapan yang terjadi apabila konsep tersebut diaplikasikan pada Hunian Vertikal bertingkat sedang 1-6 Lantai. Dengan melakukan studi literatur dan komparasi data serta analisis berupa studi kasus bangunan-banguan yang telah menerapkan Konsep Modular pada Hunian Vertikal bertingkat sedang, baik yang berada di Indonesia maupun di luar Indonesia, dengan tujuan untuk mendapatkan data-data yang diperlukan dalam menjawab tujuan penelitian ini. 02$KAJIAN$$ARSITEKTUR$MODULAR$ Hunian vertikal Hunian vertikal adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan, yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional dalam arah vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian UU Nomor 16 Tahun 1985. Hunian vertikal tercipta untuk memecahkan masalah dari keterbatasan lahan, sehingga sebuah lahan yang terbatas bisa untuk menampung banyak orang. Karakteristik Gedung bertingkat menurut Mulyono 2000 ialah 1. Gedung bertingkat rendah 1-3 lantai dengan tinggi 6 lantai dengan tinggi >20m Jenis-Jenis Hunian Vertikal Di Indonesia hunian vertikal terbagi menjadi 3 jenis Purwanto, 2016 yaitu 1. Rusuna Rumah Susun Sederhana Merupakan bangunan bertingkat yang dibangun dalam satu lingkungan hunian. Umumnya disediakan oleh pemerintah untuk dihuni oleh golongan kurang mampu, dengan cara membayar sewa tiap bulannya kepada pengembang. Gambar 1 Rusuna Rumah Susun Sederhana Sumber Sumirin, 2010 2. Apartemen Rumah Susun Menengah Menurut Oxford English Dictionary definisi Apartemen adalah beberapa ruangan yang merupakan tempat tinggal, atau berbentuk flat. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia apartemen adalah tempat tinggal terdiri atas kamar duduk, kamar tidur, kamar mandi, dapur, dsb yang berada pada satu lantai bangunan bertingkat; rumah flat; rumah pangsa. Serta bangunan bertingkat yang terbagi dalam beberapa tempat tinggal Umumnya diperjualbelikan atau disewakan untuk kalangan menengah ke bawah, baik dari perumnas ataupun pengembang swasta. Gambar 2 Apartemen Rumah Susun Menengah Sumber Budhiman, 2020 3. Condominium Rumah Susun Mewah Condominium memiliki arti yang hampir sama dengan apartemen. Condominium dalam bahasa Indonesia adalah hak guna bangunan atas rumah susun, sedangkan apartemen adalah tempat tinggal dengan model rumah susun. Condominium secara definitif hampir sama bentuk dan fungsinya dengan apartemen, hanya saja sistem kepemilikannya yang berbeda. Condominium biasanya terdiri lebih dari satu lantai dan merupakan suatu hunian modern yang didukung fasilitas penunjang seperti kolam berenang, restaurant, cafe dan lain-lain. Pada umumnya tiap unit memiliki ruangan seperti ruang keluarga, ruang tamu, ruang tidur, dapur serta kamar mandi. Setiap unit condominum dimiliki secara pribadi sementara penggunaan akses ke fasilitas-fasilitas yang disediakan, penghuni dapat berbagi dengan penghuni lainnya di bawah kontrol pengelola condominium. Umumnya dikembangkan oleh swasta dan dijual kepada golongan masyarakat menengah ke atas dan kepada orang asing. Gambar 3 Condominium Rumah Susun Mewah Sumber Soeriaatmadja, 2016 Modular Sistem Modular dalam desain merupakan desain yang membagi sistem menjadi bagian-bagian yang lebih kecil, yang disebut “Modul” Baldwin, 2000. Le Corbusier juga berpendapat pada “ Teori Modular” bahwa melihat Modular bukan hanya sebagai angka yang mengadopsi harmoni, namun juga sebagai alat pengukur yang dapat menghitung jarak, permukaan, dan volume. Serta "menjaga skala manusia dimanapun”. Menjadikan skala manusia sebagai acuan pembentukan modul sebuah ruang. Modular menurut Le Corbusier ialah a Modular bersifat standar b Modular sesuai dengan skala manusia c Rancangan model dapat menggunakan komponen yang sama. Sebuah bangunan dapat dilihat sistem modularnya melalui Modul Grid Arah Vertikal dan Modul Grid Arah Horizontal. Gambar 4 The Moduler Le Corbusier Sumber Arellano, 2018 Skala manusia yang dijelaskan pada teori dari Le Corbusier ialah memiliki ukuran setinggi dari tubuh manusia dengan lengan diangkat ke atas, dan menghasilkan sebuah ukuran setinggi 226 cm atau setara dengan 2,3 m. Analogi modular ialah seuatu keberhasilan sebuah desain arsitektur dalam konsep modular adalah mampu menghasilkan varian desain dengan jumlah komponen terbatas. Karakteristik penerapan koordinasi modular 1. Dapat diproduksi secara industrial, 2. Mampu mengurangi jumlah tenaga kerja professional 3. Merupakan desain yang lebih modern dengan memanfaatkan CAD design dan CAM manufacturing 4. Sistem quality control terjamin. Modular Struktural Arsitektur modular merupakan sebuah konsep pembangunan objek rancangan berdasarkan modul tertentu. Dalam sistem modular proses pelaksanaan pembangunan dengan memanfaatkan baik material ataupun komponen fabrikasi, yang telah dibuat di luar site pembangunan atau di dalam site lokasi pembangunan, namun memerlukan penyatuan terlebih dahulu dari tiap komponennya Tatum dkk, 1987. Saat ini bangunan bisa dikatakan modular dalam pembangunanya apabila proses pembuatannya 60-80% dilakukan di luar tapak yang ada sebelum dikirimkan ke lokasi tapak Sanjaya dan Tobing, 2019. Konstruksi modular sangat erat kaitannya dengan prefabrikasi sehingga banyak orang menjadikan sistem modular sebagai asosiasi dan menginterpretasikan hal tersebut sama dengan prefabrikasi dari segi istilah Amalia, 2008. Dengan sistem fabrikasi dalam memproduksi modul tersebut, dinilai mampu menekan waktu pelaksanaan pembangunan Prihatanti dkk, 2016. Kemudian sistem tersebut dikembangkan guna meningkatkan keberhasilan dalam proses pembangunannya Atthaillah dkk, 2018. Karena sebuah modul telah selesai sekitar 60-90% di luar site pabrik yang kemudian dipindahkan dan dirakit di site pembangunan Velamati,2012. Gambar Gambar 5 Diagram proses sistem modular dalam pembangunan Sumber Penulis, 2020 Prefabrikasi berdasarkan kamus Inggris Indonesia, memiliki arti membuat komponen-komponon kompleks sehingga bagian-bagiannya yang kemudian dipasang atau disatukan saja. Prefabrikasi kian berkembang sejak Le Corbusier mengutarakan mengenai arsitektur modular, dan pada proses konstruksi arsitektur prefabrikasi bisa dibilang lebih praktis serta cukup mudah pada saat proses merakit pada site. Dalam buku Prefab Architecture Panduan untuk desain modular dan konstruksi karya Ryan E. Smith, dasar dari Arsitektur prefabrikasi yaitu mencakup 3 hal yaitu material prefabrikasi, komponen modular dan sistem struktur prefabrikasi. Material Prefabrikasi Dalam menggunakan konsep modular prefabrikasi dapat menggunakan segala jenis material antra lain kayu, baja ataupun beton, atau bahkan menggunakan peti kemas container, karena pengunaan berbagai macam material mengikuti perkembangan jaman dan menyesuaikan dengan kehidupan sekarang. Gambar 6 Meterial Beton Sumber Sanwa, 2020 Gambar 7 Meterial Baja Sumber Sanwa, 2020 Gambar 8 Meterial Peti Kemas Sumber Sanwa, 2020 Dalam penggunaan material prefabrikasi yang digunakan harus dapat menentukan sistem, elemen, dan tipe bangunan seperti apa yang cocok untuk menggunakan material tersebut. Komponen Modular Setiap jenis bangunan prefabrikasi mempunyai struktur bangunan yang terdiri dari sejumlah komponen modular. Komponen tersebut bersifat struktural dan nonstruktural dan akan membentuk satu kesatuan yang saling melengkapi satu sama lain. Fungsi komponen modular struktural untuk meneruskan beban bangunan hingga ke tanah dan komponen modular nonstruktural yang meliputi komponen tampak, desain dan detail arsitektur. Pengelompokan komponen modular struktur bangunan dibagi menjadi 3 jenis, yaitu struktur bawah pondasi dan sloof, struktur tengah kolom, balok, plat lantai dan struktur atas atap. Lalu berdasarkan komponen struktur keseluruhan, terdapat pondasi, sloof, kolom, balok, plat lantai, dinding, tangga, atap. Komponen-komponen tersebut dapat dibuat dengan metode prefabrikasi secara massal yang kemudiaan disusun menjadi satu kesatuan sebuah bangunan, dan disebut komponen modular. Sistem Bangunan Pada sistem bangunan dibagi menjadi lima kategori yang berbeda-beda, antara lain site, struktur, skin, servis dan ruang S. Brand, 2015. Kelima dari kategori tersebut memiliki keterkaitan dan saling berhubungan pada fungsinya masing-masing, sketsa yang terlampir menunjukan sistem pada sebuah konstruksi bangunan yang telah diidentifikasi dari yang paling tahan lama sampai yang tidak tahan lama, dengan urutan Site – Struktur – Skin – Service dan Space. Gambar 9 Building System Sumber Smith, 2010 Sistem Struktur prefabrikasi Pada umumnya konstruksi prefabrikasi pada konsep arsitektur modular menggunakan komponen precast atau beton pracetak. Komponen precast identik dengan bentuk dan ukuran yang berulang sesuai dengan modul material yang telah ditentukan Gunawan dkk, 2016. Namun ada juga struktur modular lainnya seperti struktur precast, baja/ hybrid, MET Mass Engineered Timber, PPVC dan struktur peti kemas container. Ketentuan modul tersebut juga akan berpengaruh pada material lainnya yang seperti material plafond, kramik dan bukaan berupa jendela, pintu dan ventilasi. - Precast Beton pracetak diproduksi dengan cara dicetak secara massal. Produk tersebut dicetak terlebih dahulu pada suatu tempat khusus off-site fabrication, cara penyusunan komponen-komponen tersebut terkadang disusun dan disatukan terlebih dahulu pre-assembly, selanjutnya dipasang di lokasi installation Elemen yang bisa di buat dengan struktur precast ialah plat dinding, plat lantai, kolom, balok, pondasi, tangga, ruang lift, shaft utilitas, balkon dengan reiling, dan atap. Gambar 10 Elemen precast pada hunian vertikal Sumber Rajendran, 2018 Gambar 11 Skema pemasangan komponen precast sebuah modul Sumber Rajendran, 2018 - Structure Steel/Advance Precast/ Hybrid Pada struktur rangka baja juga bisa digunakan sebagai frame untuk memasang modul-modul ruang yang disusun didalam frame tersebut. Rangka baja memiliki daya tahan yang kuat dan juga mendukung persyaratan beban berat tertentu. Gambar 12 Struktur Rangka Baja Sumber Rajendran, 2018 - MET Mess Engineered Timber Produk dari olahan kayu yang bisa digunakan untuk pembangunan, seperti CLT Cross Laminated Timber yang merupakan lapisan kayu ditumpuk secara melintang dan diikat dengan perekat struktural, dan sebagian besar digunakan untuk dinding, lantai dan atap. Serta GLULAM Glued Laminated Timber diproduksi dengan cara yang sama tetapi serat kayu disejajarkan kerah yang sama, dan sebagian besar digunakan untuk kolom, balok dan elemen rangka. Setiap komponen-komponen tersebut dapat diproduksi/dibuat di luar lokasi pabrik dan dirakit di site pembangunan. Gambar 13 CLT dan GLULAM Sumber Keong, 2018 Gambar 14 Konstruksi MET Sumber Keong, 2018 - PPVC Prefinished Volumetric Construction Suatu satuan modul yang lengkap dengan lapisan dalam, saat diangkut menuju lokasi pembangunan, modul ini hanya perlu di susun seperti lego, dan disambungkan dengan modul lainnya, tanpa harus merakit ulang setiap komponen sisi modul. Gambar 15 Modul PPVC Sumber Rajendran, 2018 Terdapat 2 material pada konstruksi PPVC Gambar 16 PPVC dengan material baja dan beton Sumber Rajendran, 2018 - Modul Peti Kemas container Modul petikemas memiliki ukuran yang sama dan presisi, mudah untuk dipindah-pindahkan, harga terjangkau dan jumlahnya banyak. Keberadaan dan ketersediaannya yang melimpah menjadikan material yang mudah dibongkar pasang ataupun dimodifikasi dan termasuk material yang berkelanjutan dan hemat energi. Menurut Nadia dan Carissa 2019, standar awal yang dikeluarkan ISO adalah panjang 10 feet, 20 feet, 30 feet, 40 feet, lebar 8 feet dan tinggi 8 feet dan 8,6 feet. Mayoritas kontainer di seluruh dunia saat ini mematuhi standar ISO. Permintaan akan kontainer yang lebih besar terus berkembang, sehinggi ISO mengeluarkan standar kontainer dengan panjang 45 feet dan 48 feet, lebar 8,6 feet dan tinggi 9,6 feet. Berdasarkan kargo muatan terdapat 2 jenis, yang pertama Peti Kemas Kering dry container merupakan peti kemas bekas dengan kondisi 75%-80% dengan ukuran 20ft 6,058 x 2,438 x 2,591 dan 40ft 12,192 x 2,438 x 2,591. Peti kemas ini aman dari bahan kimia dan fungsi sebelumnya sebagai alat pengirim barang, dan yang kedua ialah reefer container yang merupakan Peti Kemas dilengkapi dengan sistem refrijerasi refrigerated container untuk mengawetkan atau menjaga temperatur atau suhu komoditi yang ada di dalamnya. Gambar 17 Elemen Struktur Basic Container Frame dan Bottom Cross Members Sumber Nadia dan Carissa, 2019 Pada modul peti kemas ini, struktur utamanya atau penopang bebannya berada pada frame peti kemas, sedangkan untuk area dinding tidak mempengaruhi dalam penyaluran beban. Gambar 18 Modul Struktural Peti Kemas Sumber Nadia dan Carissa, 2019 Halaman ini sengaja dikosongkan 03$TINJAUAN$$STUDI$KASUS$RUSUNA$ITB$JATINANGOR$$$$$$$$$$ $$$$Data Studi Kasus Pembangunan Asrama Mahasiwa ITB yang terdiri dari 5 lima lantai yang difungsikan sebagai asrama mahasiswa ITB Jatinangor. Rumah susun yang dirancang memiliki luas per unit seluas 24 m2 T24 dengan jumlah target penghuni sebanyak 3–4 orang/ unit. Luas lantai dasar m2. Gambar 19 Fisik Bangunan Rusuna ITB Jatinangor Sumber diakses 05 September 2020 Rusuna ITB Jatinangor terletak di bangunan Asrama Mahasiwa ITB, Jalan Letnan Jendral Prunawirawan, DR HC Mashudi No. 1, Desa Sayang, Jatinangor, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat. Gambar 20 Peta lokasi Rusuna ITB Jatinangor Sumber Citra Satelit, 2020 Pada lantai dasar tersedia parkiran umum untuk motor maupun mobil, dan memiliki 3 akses pintu masuk ke dalam Gedung. Pada lantai dasar teredia 2 akses vertikal menuju lantai atas berupa tangga, dan terdapat 2 ruangan kamar mandi yang setiap ruangannya memiliki 8 bilik toilet, serta ruangan utilitas sebagai penunjang kebutuhan bangunan. Bentuk dasar dari rusun ini ialah double loaded corridor yang artinya sebuah koridor untuk mengakses dua sisi ruang. Gambar 21 Site Plan Bangunan SumberYuwasdiki, 2018 Pada lantai 2-5 yaitu lantai tipikal hanya tersedia unit kamar, kamar mandi, akses vertikal dan 1 ruang Bersama, setiap unit ruang memiliki ukuran sebesar 4,3m x 5,5m denga lebar koridor sebesar 2m. Gambar 22 Denah Lantai 2-5 tipikal Sumber Yuwasdiki, 2018 Detail unit setiap ruangan memiliki kapasitas penyewa sebanyak 4 orang, dengan susunan furniture yang tersedia berupa 2 ranjang susun ranjang tingkat, 4 meja belajar dan 1 balkon kamar. Setiap unit memiliki 1 buah jendela yang terhubung dengan view luar. Gambar 23 Detail Denah Unit Sarusun Sumber Yuwasdiki, 2018 Pada denah atap terhubung melalui tangga dan area toren air di sisi kanan kirinya serta 2 ruangan dibawah atap dan 2 shaft plumbing. Gambar 24 Denah Lantai Atap Sumber Yuwasdiki, 2018 Kolom yang digunakan pada pembangunan Rusuna ini hanya memiliki satu jenis, dengan ukuran kolom 40cm x 40cm. Spesifikasi yang digunakan pada kolom ialah beton bertulang dengan sistem sambungan yang digunakan berupa male and female system. Gambar 25 Denah Kolom Sumber Yuwasdiki, 2018 Balok yang digunakan hanya memiliki 1 jenis, dengan ukuran 30 cm x 15 cm dengan Panjang sekitar 4,3m. spesifikasi yang digunakan pada balok ialah, beton bertulang dengan sistem sambungan CL-Con. Gambar 26 Denah Balok Lantai 2 Sumber Yuwasdiki, 2018 Pada plat yang akan digunakan sebagai lantai dan penutup bagian atas, memiliki 1 tipe dan 1 ukuran x 2,1m, dengam spesifikasi Hollow core slab beton bertulang dengan sistem sambungan berupa penyaluran baja dan grounting. Gambar 27 Denah dan Detail Plat Sumber Yuwasdiki, 2018 Tampak bangunan memiliki warna dengan dominan merah dan putih, dengan fasad yang monoton atau fasad yang seragam dari lantai dasar hingga lantai atas, dengan memaikan unsur maju mundur pada dinding dan pada peletakan balkon untuk tiap kamar unit hunian. Gambar 28 Tampak Bangunan Depan, Belakang dan Samping Sumber Yuwasdiki, 2018 Total tinggi bangunan sekitar 19 m, dengan ketinggian floor to floor 2,8 m, jarak antar kolom 4,3 m. Material atap yang digunakan ialah kerangka baja ringan dengan penutup atap metal sheet. Pondasi yang digunakan ialah pondasi tiang pancang. Gambar 29 Potongan A-A’, B-B’, C-C’ Sumber Yuwasdiki, 2018 $$Data-data tersebut dikaji dan diteliti dengan didasari oleh Teori Modular Le Corbusier tentang sistem modular dan 3 Prinsip dasar dari teori Ryan E. Smith dalam buku Prefab Architecture Panduan untuk desain modular dan konstruksi 1. Teori Le Corbusier tentang sistem modular mengenai kesesuaian ukuran modular dengan skala manusia dan bentuk modul yang bersifat standar, dibuktikan dengan analisis pada 1 Konfigurasi Grid Modul Arah Horizontal 2 Konfigurasi Grid Modul Arah Vertikal 2. Teori Ryan E. Smith tentang 3 Prinsip dasar dari Arsitektur prefabrikasi, teentang 1 Material Prefabrikasi 2 Komponen Modular 3 Sistem Struktur Prefabrikasi Analisis Sistem Modular 1 Konfigurasi Grid Modul Arah Horizontal Konfigurasi pada modul Rumah susun ITB Jatinangor ini dibentuk dengan menata deret tiap unit ke arah memanjang yang dihubungkan oleh sebuah koridor double Loaded pada sisi tengah bangunan yang digunakan sebagai jalur transportasi horizontal serta sarana tangga yang terletak pada sisi kanan kiri bangunan. Grid modul pada Rumah Susun ini berbentuk Grid Bujursangkar persegi yang merupakan bentuk standar pada sebuah bangunan, karena kesamaan dimensi dan sifat semetris dua arah, grid bujur sangkar pada prinsipnya, tak berjenjang dan tak berarah. Hal tersebut sesuai dengan prinsip teori modular dari Le Corbusier. Dimensi modul 4,3m x 4,3m dan Panjang rusun ditentukan oleh kelipatan dari modul ruang, sesuai unit yang dibangun. Komponen modul pada grid horizontal memiliki komponen yang sama, terbukti dari ukuran ruangan yang seragam, tidak memiliki variasi yang mencolok. Dapat disimpulkan secara keseluruhan komponen yang digunakan pada rumah susun ini sama, yaitu modular Precast beton pracetak dari modul kolom, blok, dinding, plat dan tangga. Gambar 30 Grid Modular arah Horizontal Tipe Double Loaded Rusuna ITB Sumber Analisis penulis, 2020 Standar ukuran ruang tidur menurut Data arsitek ialah 10m² untuk 2 orang dengan 2 ranjang tidur tanpa kamar mandi. Grid Horizontal yang dihasilkan pada susunan modul ruang Rumah Susun ITB ini sebesar 18,5 m², namun pada penyusunan tiap unit, menggunakan ukuran 1 modul ruang + ¼ modul ruang, sehingga total yang dihasilkan seluas 24m²/unit, dengan kapasitas yang telah ditentukan sebanyak 4 penghuni. Jika ditinjau dengan standar ruang menurut data arsitek, luas modul ruang pada Rumah Susun ITB ini telah sesuai, karena setiap unit menyediakan ruangan seluas 24 m² tanpa kamar mandi untuk 4 penghuni. 2 Konfigurasi Grid Modul Arah Vertikal Pada konfiguras grid arah vertikal dapat diketahui, apakah modul yang tercipta pada Rumah susun ini sesuai dengan Teori Modular Le Corbusier tentang menjadikan sebuah modular yang sesuai dengan skala manusia. Secara arah vertikal standar ukuran skala manusia menurut Le Corbusier sebesar 223 cm atau 2,2 m. Grid vertikal setiap modul berukuran 2,8 meter, dapat dikatakan bahwa ukuran grid secara vertikal sesuai dengan prinsip modular dari teori Le Corbusier. Gambar 31 Grid Modular arah Horizontal Tipe Double Loaded Rusuna ITB Sumber Digambar ulang oleh penulis, 2020 Analisis Prinsip Dasar Arsitektur Modular Prefabrikasi Struktur 1 Material Prefabrikasi Material prefabrikasi yang digunakan pada Rumah susun ITB Jatinangor ialah material beton bertulang pada struktur bangunannya. Proses fabrikasi di sini terdapat pada pencetakan beton bertulang yang kemudian komponen-komponen tersebut dirakit menjadi satu kesatuan. Namun sebelum dicetak proses yang dilakukan ialah penentuan dimensi dan tipe nya, yang kemudian akan disambungkan menggunakan sambungan berupa male and female pada kolom utama dengan material baja, sistem sambungan CL-Con pada balok dengan material beton, dan sistem sambungan pada panel dinding berupa Angkur bermaterial baja. Gambar 32 Material Prefabrikasi pada Struktur Utama Sumber Analisis penulis, 2020 2 Komponen Modular Komponen modular prefabrikasi pada bangunan ini terbagi menjadi 2 jenis, yang pertama ialah komponen struktural dan non struktural, seperti yang dijelaskan pada bagian material prefabrikasi sebelumnya, bahwa bangunan Rumah Susun ITB ini menggunakan material beton bertulang, oleh sebab itu komponen komponen baik struktural maupun non struktural berjenis beton bertulang. Detail jenis, dimensi dan lokasi komponen tersebut dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Komponen Modular P= 40cm L= 40cm T= 330cm Lokasi Lantai 1-5 P= 10cm L= 10cm T= 240cm Lokasi Lantai 1-5 T= 40cm L= 25cm Lokasi Lantai 1-5 P= 430cm L= 210cm T= 12cm Lokasi Lantai 1-5 P = 120cm L = 10cm T = 240cm Lokasi Lantai 1-5 P= 120cm L= 10cm T= 240cm Dimensi Bukaan pintu P= 80cm L= 10cm T= 200cm Lokasi Lantai 1-5 P= 120cm L= 10cm T= 240cm Dimensi Bukaan jendela P= 60cm L= 10cm T= 100cm Lokasi Lantai 1-5 P = 60cm L = 10cm T = 240cm Lokasi Lantai 1-5 P = 55cm L = 10cm T = 240cm Lokasi Lantai 1-5 P = 35cm L = 10cm T = 240cm Lokasi Lantai 1-5 P = 75cm L = 10cm T = 240cm Lokasi Lantai 1-5 Lebar bodres = 110 x 200cm Lebar anak tangga = 90cm Tinggi anak tangga = 18cm Sumber Analisis penulis, 2020 Pada komponen non struktural memiliki banyak sekali jenis, khususnya pada komponen dinding yang digunakan pada sebuah unit Rumah Susun. 1 unit ruangan menggunakan 6 jenis komponen dinding yaitu D1, D2, D3, D4, D5, D6 dan D7. Namun komponen-komponen tersebut menjadikan bangunan ini sebagai bangunan modular, karena komponen tersebut hanya dirakit dan disambungkan ditempat. Sebuah ruang yang dihasilkan pada setiap unit Rumah Susun ini tidak terpaku pada ukuran modul ruangnya, dapat dilihat bahwa peletakan komponen dinding melebihi satuan modul ruang. Gambar 33 Komponen Modular Dinding Pada 1 Unit Rumah Susun ITB Sumber Analisis penulis, 2020 3 Sistem Struktur Prefabrikasi Rumah Susun ITB Jatinangor menggunakan sistem modular precast dengan memakai komponen beton bertulang pada proses pembangunanya. Menurut Sanjaya dan Tobing 2019 sebuah bangunan bisa dikatakan modular dalam pembangunanya apabila proses pembuatannya 60-80% dilakukan di luar tapak yang kemudian dikirimkan menuju lokasi pembangunan. Rumah Susun ITB ini menggunakan komponen beton precast pada kolom, balok, dinding, plat, tiang pancang dan tangga, maka dapat dikatakan bahwa 95% komponen pada bangunan ini merupakan komponen modular precast beton pracetak. Struktur utama pada bangunan ini ialah pondasi, kolom, blok dan plat, dikarenakan saat proses perencanaan bangunan ini dikategorikan sebagai Rumah Susun modular, maka variasi ukuran pada bangunan ini sangat terbatas, terbukti pada bentang dan tinggi yang digunakan untuk balok dan kolom, hanya memiliki 1 ukuran yaitu bentang balok 4,3 m as to as, dan tinggi kolom 3,3 m dengan jarak floor to floor 2,8 m. Gambar 34 Skematik Struktur Utama Bangunan Sumber Analisis penulis, 2020 Struktur Bawah Sub Structure Struktur bawah menggunakan pondasi tiang pancang berbentuk silinder. Pada bagian pondasi secara keseluruhan tidak menggunakan komponen prefabrikasi/ komponen modular. Komponen bangunan yang masih menggunakan metode konvensional ialah pembuatan Pile Cap untuk pondasi namun material nya masih menggunakan beton bertulang, dilakukan secara manual pada site bangunan dalam proses pembuatan. Titik letak pembuatan pile cap disesuaikan dengan letak kolom utama, dari segi ukuran jarak antar pile cap sama yaitu 4,3 meter sesuai dengan grid modul bangunan, dengan dimensi 180 x 180 cm tinggi 300 cm. namun untuk bagian pondasi tiang pancang menggunakan struktur modular, sehingga proses yang dilakukan tahapan awal ialah penumbukan tiang pancang lalu pembuatan pile cap beton bertulang secara konvensional. Gambar 35 Proses Pembuatan Pilecap dilokasi dan Komponen precast tiang pancang Sumber Yuwasdiki, 2018 Gambar 36 Skematik Struktur Bawah Bangunan Sumber Analisis Penulis, 2020 Kesejajaran pada peletakan pondasi dipengaruhi oleh grid kolom yang digunakan pada bangunan Rumah Sususn ITB Jatinangor. Pile Cap Metode Konvensional Tiang Pancang Metode Mo dular Struktur Tengah Middle Structure Kemudian Struktur tengah yang mencakup struktur vertikal berupa Kolom prefab dan Dinding prefab. Serta struktur horizontal berupa Balok prefab dan Plat prefab. Struktur vertikal ini menerus sampai struktur atap, dimulai dari sambungan kolom-kolom precast pada setiap lantainya yang tersambung dengan pondasi, dan kemudian tersambung juga dengan struktur rangka atap. Sambungan pada struktur vertikal ini khususnya kolom, menggunakan sambungan Male and Female system dengan ukuran modul yang dipilih sebesar 40x40 cm tinggi 330 cm. Gambar 37 Detail Struktur Kolom Sumber Analisis penulis, 2020 Gambar 38 Skematik Struktur Kolom Bangunan Sumber Analisis penulis, 2020 Struktur horizontal yaitu Balok tidak memiliki banyak variasi, bentuk dan ukuran seragam dari lantai dasar hingga lantai atas, hal tersebut memudahkan dalam proses konstruksinya. Sambungan yang digunakan pada balok ini ialah CL-Con hasil dari litbang tahun 2011. Sambungan tersebut merupakan sambungan balok kolom kombinasi dari Dry and Wet Connection. Gambar 39 Skematik Struktur Kolom Bangunan Sumber Analisis penulis, 2020 Gambar 40 Skematik Struktur Kolom Bangunan Sumber Analisis penulis, 2020 Gambar 41 Sambungan CL-Con Sumber Yuwasdiki, 2018 Struktur Atas Pada struktur atas yaitu berupa atap bangunan menggunakan material baja ringan dengan genteng metal, penggunaan material tersebut dikarenakan apabila menggunakan struktur atap modular, beban dan gaya gesek yang diterima bangunan sangat besar, pada struktur atap dibuat menjadi 2 bagian karena, pada modul tengah ruangan dijadikan sebagai tempat toren air, sehingga struktur baja ringan terbagi menjadi 2 sisi yang terikat dengan kolom ruangan toren air. Gambar 42 Struktur Atap Bangunan Sumber Analisis penulis, 2020 Hal tersebut akan memudahkan dalam pemeliharaan struktur atap, karena setiap bagian mudah dijangkau dan juga untuk menuju lantai atap telah disediakan sebuah tangga yang menerus hingga lantai dasar. Non Struktural Pada komponen non struktural terdapat panel dinding modular dengan 7 jenis berbeda, namun beberapa area dinding tidak bersifat modular, melainkan dikerjakan secara konvensional. Pembuatan dinding tersebut mengunakan komponen bata bertulang yang dikerjakan saat rangka kolom, balok dan plat sudah terpasang. Fungsi area tersebut ialah area ruang Kamar Mandi dan area tangga, dibuat secara manual, karena detail pada dinding area tersebut dibuat seperti bukaan ventilasi udara, sehingga tidak dibuat modular. Gambar 43 Letak Dinding Non Modular konvensional Sumber Analisis penulis, 2020 Gambar 44 Letak Dinding Non-Modular konvensional Sumber Analisis penulis, 2020 Kesimpulan pada studi kasus pertama ialah secara keseluruhan bahwa Rumah susun ITB Jatinangor ini telah menerapkan dan sesuai dengan prinsip serta syarat modular dari Teori Modular Le Corbusier dan 3 Prinsip dasar dari teori Ryan E. Smith. Hal tersebut terbukti pada grid vertikal dan horizontal yang sesuai berupa bentuk modular dengan bentuk standar yaitu grid persegi pada arah horizontal dan grid persegi Panjang pada arah vertikal, dan Modul ruang tersebut telah sesuai dengan skala manusia yang tertulis pada teori Le Corbuseir. Meskipun pada sistem struktur prefabrikasi, bangunan ini secara keseluruhan belum menggunakan komponen prefabrikasi, namun secara garis besar 95% bangunan ini telah menggunakan modul prefabrikasi antara lain komponen kolom, balok, plat, dinding, tangga dan tiang pancang. Oleh karena itu bangunan Rumah susun ITB Jatinangor ini telah sesuai dengan Konsep Arsitektur Modular.$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$ $$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$Halaman ini sengaja dikosongkan $$$$$$$$$$$$$$$$ $$$$$$$$$$$$$04$TINJAUAN$$STUDI$KASUS$CITE$A$DOCKS$FRANCE$$$$$$$$$$$$$ $$$Data Studi Kasus Proyek perumahan siswa Résidence Universitaire CROUS a Docks Cité A Docks merupakan sebuah perumahan yang dibuat dari peti kemas atau kontainer tua. Perumahan tersebut terdiri dari 100 peti kemas 100 studio, yang disusun sebanyak 4 lantai dengan luas masing-masing unit 24 m². Manfaat dari perumahan kontainer siswa ialah menjadikan hunian tersebut sebagai akomodasi siswa yang layak dan praktis, mengurangi limbah, mempromosikan lingkungan hijau, menghemat energi, dan mempromosikan kehidupan yang efisien dan hemat biaya. Gambar 45 Cite a Dock Sumber Cattani, 2010 Cite A Docks berlokasi di Negara Prancis, tepatnya di Résidence a Docks, 37 Rue des Chargeurs Réunis, 76600 Le Havre, France. Gambar 46 Lokasi Bangunan Sumber Citra Satelit, 2020 Setiap lantai memiliki 15 unit studio kecuali lantai 4 yang disusun secara vertikal maupun horizontal. Akses vertikal menuju lantai atas berupa tangga yang terhubung menuju unit unit hunian, jumlah tangga yang tersedia sebanyak 7 buah, yang setiap lantainya hanya mengakses 1–2-unit studio. Kapasitas setiap studio dapat dihuni sebanyak 1-2 siswa dilengkapi dengan kamar mandi pribadi, dapur, area ruang tamu, meja belajar, kasur dan Wifi gratis. Gambar 47 Denah Bangunan Sumber Digambar ulang oleh penulis, 2020 Atap bangunan tidak menggunakan penutup tambahan, hanya mengandalkan penutup atap peti kemas untuk lantai atas. Gambar 48 Block Plan Sumber Digambar ulang oleh penulis 2020 Tampak bangunan memiliki konsep metalik industri, karena peletakan petikemas dibuat maju mundur serta orintasi petikemas memiliki 2 jenis, sehingga tampak yang dihasilkan lebih bervariasi. Fasad luar juga dirancang dengan kombinasi "kotak" lama yang menjaga bagian bergelombang, lalu dicat ulang dengan warna abu-abu metalik. Gambar 49 Tampak Bangunan Sumber Digambar ulang oleh penulis, 2020 Total tinggi keseluruhan bangunan sekitar 13 m, dengan jarak floor to floor 3 m, struktur utama pada bangunan ini ialah struktur rangka baja yang digunakan sebagai kerangka sebagai tempat menyusun peti kemas tersebut. Setiap peti kemas disusun dan disambungkan ke kerangka baja menggunakan sambungan baut, dapat dilihat pada Gambar 50. Gambar 50 Potongan Bangunan Sumber Digambar ulang oleh penulis, 2020 Gambar 51 Sambungan antara kerangka baja dengan peti kemas Sumber Cattani, 2010 $$Analisis Sistem Modular 1 Konfigurasi Grid Modul Arah Horizontal Konfigurasi modul pada hunian siswa ini dibentuk dengan menata modul peti kemas dengan 2 arah, namun untuk lantai dasar keseluruhan modul disusun secara vertikal, sedangkan untuk lantai 2-4 disusun dengan 2 arah, secara vertikal dan horizontal, dan untuk arah horizontal hanya diterapkan di 2 modul paling kanan, detail tersebut dapat dilihat pada garis berwarna merah di Gambar 52. Setiap unit studio dihubungkan dengan sebuah koridor double Loaded yang tiap lantinya bisa mengakses masing-masing 1-2 unit untuk setiap tangga, untuk lebih jelas bisa dilihat garis berwarna biru pada Gambar 52. Gambar 52 Orientasi modul dan akses horizontal Sumber Digambar ulang oleh penulis, 2020 Grid modul pada bangunan Cite a Docks ini berbentuk persegi Panjang, karena modul yang digunakan berupa petikemas, dan merupakan bentuk standar pada sebuah bangunan secara umum. Hal tersebut sesuai dengan teori Le Corbusier yang membahas bahwa bentuk dasar sebuah modul ialah berbentuk standar. Dimensi modul pada hunian ini menggunakan peti kemas 40 feet, dimensi luar Panjang 13,7 m Lebar 2,4 m dan Tinggi 2,9 m. Komponen modul pada grid horizontal memiliki 2 jenis komponen yang pertama komponen peti kemas dan yang kedua komponen frame rangka baja, kemudian plat yang digunakan pada selasar, tangga, dan balkon juga menggunakan baja, variasi komponen yang digunakan tidak banyak. Sehingga dapat disimpulkan komponenyang digunakan ialah baja, karena komponen utama pada peti kemas ialah baja. Gambar 53 Grid Modular arah Horizontal Tipe Double Loaded Sumber Digambar ulang oleh penulis, 2020 Luas setiap unit studio sebesar 24 m², dengan fasilitas kamar mandi di dalam dan sebuah dapur. Menurut data arsitek standar hunian tipe studio ialah 20-35 m² untuk 1 penghuni. Grid horizontal yang dihasilkan tidak terlalu terlihat, karena modul ruang setiap lantai disusun secara maju mundur sebagai variasi dan lagi terdapat modul ruang yang orientasinya berbeda dengan yang lain. Tetapi karena hhunian ini menggunakan modul berupa peti kemas, sehingga hunian studio tersebut memiliki bentuk yang sama secara keseluruhan dengan luas yang sama juga sebesar 24m². Jika ditinjau dengan standar ukuran yang telah tertulis di Data Arsitek luas modul yang dipilih untuk sebuah hunian sudah sesuai. Gambar 54 Modul Ruang Sumber Digambar ulang oleh penulis, 2020 2 Konfigurasi Grid Modul Arah Vertikal Pada arah vertikal, dapat menjadi acuan apakah modul yang digunakan pada hunian Cite a Docks ini sesuai dengan teori modular Le Corbusier, yang membahas tentang kesesuaian skala manusia pada sebuah modul. Secara vertikal standar skala manusia menurut teori Le Corbusier sebesar 2,2 m. Grid vertikal setiap modul berukuran 2,7 m karena menggunakan peti kemas atau kontainer tak terpakai menjadikan ukurannya seragam setiap unitnya. Ukuran yang dihasilkan tersebut sesuai dengan prinsip modular pada teori Le Corbusier. Gambar 55 Grid Modul Arah Vertikal Sumber Digambar ulang oleh penulis, 2020 Meskipun grid yang dihasilkan pada penataan modul ruang tidak tertata rapih dan memasukkan unsur penerapan maju mundur pada peletakan setiap modul, namun rangka frame yang menjadi wadah atau tempat modul itu dipasang, grid yang digunakan selaras. Gambar 56 Grid rangka frame bagian samping Sumber Analisis penulis, 2020 Analisis Prinsip Dasar Arsitektur Modular Prefabrikasi Struktur 1 Material Prefabrikasi Material prefabrikasi yang digunakan pada Hunian Peti kemas ini atau Cite a Docks yang berada di Prancis ialah baja, pada framenya menggunakan struktur baja dengan sistem hybrid dan pada modul ruangnya menggunakan Peti Kemas atau Kontainer yang Sebagian besar dibuat menggunakan baja. Pada bagian plat lantai untuk selasar, tangga dan balkon juga menggunakan material baja. Gambar 57 Grid rangka frame bermaterial baja Sumber Analisis Penulis, 2020 Gambar 58 Peti Kemas Sumber Analisis Penulis, 2020 2 Komponen Modular Komponen modular prefabrikasi pada bangunan ini terbagi menjadi 2 dua, yaitu komponen modular struktural dan non struktural. Pada bangunan ini material yang digunakan berupa baja, hal tersebut telah dijelaskan pada sub bab material prefabrikasi sebelumnya. Oleh karena itu komponen komponen yang ada pada bangunan ini keseluruhan bermaterial baja. Detail jenis, dimensi dan penempatan komponen akan dijelaskan pada penjelasan di bawah. Komponen Modular Struktural Komponen modular struktural yang pertama ialah Frame Baja yang digunakan sebagai “sangkar” untuk menempatkan modul-modul ruang, yang kemudian akan saling disambungkan satu sama lain. Komponen baja ini dipesan secara custom yang disesuaikan dengan kebutuhan di lapangan serta penopang struktur utama, yang kemudian akan dirakit di site proyek. Gambar 59 Komponen Frame Modul Sumber Analisis Penulis, 2020 Gambar 60 Detail komponen Frame Modul Sumber Peneliti, 2020 Komponen modular struktural yang kedua ialah modul ruangnya atau frame bingkai peti kemas berukuran 40 feet dengan dimensi luar ialah Panjang 13,7 m Lebar 2,4 m dan Tinggi 2,9 m. Pada komponen ini frame peti kemas juga berperan dalam menyalurkan beban, maka dari itu dia tergolong komponen struktural. Peti kemas merupakan salah satu komponen yang mudah didapatkan, karena fungsi peti kemas sebelumnya digunakan untuk alat penggantar barang. Setiap unit peti kemas telah selesai dalam hal penyususnan interior, kamar mandi dan bukaan jendela serta pintu yang diselesaikan di pabrik, sehingga saat di lokasi pembangunan, komponen modul peti kemas tersebut hanya disusun saja dan disatukan dengan rangka baja. Gambar 61 Komponen Frame Peti Kemas Sumber Analisis Penulis, 2020 Gambar 62 Komponen Peti Kemas Finish Siap Huni Sumber Analisis Penulis, 2020 Komponen modular struktural yang ke-tiga ialah plat lantai yang terbuat dari baja, komponen in terletak pada selasar penghubung setiap lantai dan memiliki ketebalan kurang lebih 10 mm. Gambar 63 Komponen Plat Lantai Selasar Sumber Analisis Penulis, 2020 Komponen Modular Non Struktural Komponen modular tangga termasuk komponen non-struktural, karena tidak terkait secara langsung dengan kekuatan struktur bangunan dan menjadi beban bagi elemen struktural. Dimensi komponen tangga memiliki lebar sekitar 120 cm dengan material baja. Komponen tangga terletak di setiap lantai karena digunakan untuk akses vertikal penghuni, dan setiap lantai tersedia 7 tangga, sebab konsep bangunan mengutamakan privasi penghuni dan kenyamanan penghuni, sehingga setiap lantai hanya dapat mengakses 1-2 unit. Gambar 64 Komponen Tangga Sumber Analisis Penulis, 2020 3 Sistem Struktur Prefabrikasi Bangunan Cite a Docks yang berada di Prancis ini menggunakan sistem modular dengan memakai 2 material yaitu material baja dan peti kemas. Dengan sistem struktur berupa Structure Steel/Advance Precast/Hybrid struktur rangka baja dan sistem struktur modul peti kemas kontainer. Namun pada bagian pondasi menggunakan material beton bertulang. Struktur Bawah Pada struktur bawah yaitu penyaluran beban menuju pondasi bangunan, pada sistem konstruksi baja, kolom menggunakan batang baja yang disekrup ke bagian atas pondasi, pondasi yang digunakan ialah beton pile, karena beban dari peti kemas sangat berat. Pile cap yang digunakan pada bangunan ini merupakan material precast, yang telah dibuat di pabrik, yang kemudian dipasang dan disambungkan dengan kolom baja. Gambar 65 Sambungan pilecap dan batang baja Sumber Analisis Penulis, 2020 Struktur Tengah Sistem konstruksi baja menggunakan batang baja sebagai kolom dan balok, yang kemudian sambungkan menggunakan sambung baut. Struktur tengah berbentuk seperti rangka yang digunakan sebagai tempat untuk modul ruang akan disusun. Gambar 66 Rangka struktur tengah Sumber Analisis Penulis, 2020 Gambar 67 Sambungan baut pada kolom dan balok baja Sumber Analisis Penulis, 2020 Sama halnya dengan struktur plat akan disambungkan menggunakan baut, karena bentang dari plat kurang lebih 2,9-meter maka dibutuhkan rangka yang akan menyangga plat agar lebih memperkuat struktur area tengah. Gambar 68 Rangka plat dan plat lantai Sumber Analisis Penulis, 2020 Struktur bagian kolom dan balok juga membutuhkan pengkaku berbentuk V terbalik, yang digunakan sebagai penahan gaya lateral apabila suatu saat terjadi gempa, pengkaku terletak di beberapa sisi, yang menggunakan pengaku pada area rangka yang dipakai untuk selasar bangunan. Secara keseluruhan struktur tengah ini menggunakan modul prefab baja untuk strukturnya, baik batang baja, kolom baja, pengkaku dan sambungan baut. Gambar 69 Pengaku Baja Sumber Analisis Penulis, 2020 Sistem baut juga digunakan sebagai alat penyambun bagian modul ruang dan kerangka baja dengan tujuan untuk mengunci agar tidak terjadi pergeseran, apalagi pada bagian modul ruang yang disusun atau modul petikemas, penempatannya memiliki variasi maju mundur yang berbeda beda satu antar lainnya. Gambar 70 Sambungan antara batang balok baja dengan modul peti kemas Sumber Cattani, 2010 Struktur Atas Pada struktur atap tidak ada yang spesifik, karena sebetulnya bangunan ini menggunakan atap dari modul itu sendiri tanpa menambahkan komponen baru sebagai struktur atap, namun untuk memastikan insulin panas tidak mengganggu penghuni atas, bagian atap telah dilapisi dinding api dalam beton bertulang selebar sekitar 40 cm. Pada bagian yang digunakan untuk selasar juga tidak menggunakan penutup atap dan hal ini menurut peneliti kurang tepat, karena sewaktu- waktu akan terjadi hujan, panas ataupun salju akan sangat mengganggu aktivitas para penghuni lantai atas. Gambar 71 Rangka plat dan plat lantai Sumber Analisis Penulis, 2020 Kesimpulan pada studi kasus kedua ialah bahwa bangunan City a Docks yang berada di Prancis ini telah menerapkan dan sesuai dengan teori modular Le Corbusier dan teori dari Ryan E. yang digunakan sebagai variabel analisis dalam penelitian. Hal tersebut terbukti dengan grid vertikal dan horizontal yang dihasilkan yang telah sesuai dengan teori Le Corbusier dalam skala ukuran manusia. Bentuk yang dipakai juga sangat standar pada modulnya, yaitu berbentuk persegi Panjang. Pada sistem stuktur prefabrikasi secara keseluruhan yang telah diamati oleh peneliti, dapat dikatakan sudah menggunakan komponen prefabrikasi berbahan baja, namun terdapat material yang berbeda pada komponen pondasi, yang menggunakan material beton bertulang. Pada struktur bawah yaitu pondasi, struktur tengah yaitu rangka baja dan plat baja dan pada modul peti kemas yang digunakan menggunakan komponen modular. Oleh karena itu bangunan Cite a Docks yang berada di Perancis telah sesuai dengan Konsep Arsitektur Modular menurut teori Le Corbusier dan teori Ryan E. Smith. $$$$$$$$$$$$$$$$ $$$$$$$$$$$$$$05$TINJAUAN$$STUDI$KASUS$RAINES$COURTS$LONDON Data Studi Kasus Raines Court ialah sebuah perumahan modular pertama di London. Eksperimen ini dilakukan untuk melihat potensi dalam membangun perumahan melalui metode konstruksi yang dilakukan di luar lokasi. Bangunan ini memiliki 6 lantai dengan 2 blok terpisah yang saling terhubung dengan sebuah selasar, diatur dengan formasi “T” untuk mengatasi jalan, jalur kereta api dan halaman fasilitas publik. Gambar 72 Hunian Raines Court London Sumber Christou, 2020 Perumahan ini terletak di 19 Northwold Rd Cazenove, London N16 7DG United Kingdom, letaknya dekat dengan jalan raya dan rel kereta api. Gambar 73 Lokasi Bangunan Sumber Citra Satelit, 2020 Perumahan Raines Court memiliki 2 jenis akses untuk memasuki setiap ruangannya, pada askes pertama di lantai dasar, untuk memasuki setiap unit ruang, memiliki 2 akses dari depan bangunan dan sisi belakang bangunan, pada akses depan langsung terhubung dengan trotoar jalan raya dengan menggunakan sebuah tangga kecil. Pada lantai dasar memiliki 10-unit hunian dan 1 fasilitas publik berupa akses vertikal tangga dan lift. Setiap unit hunian pada lantai dasar memiliki 3 tipe yang berbeda. Gambar 74 Lantai dasar bangunan Sumber Digambar ulang oleh penulis, 2020 Pada lantai 2 sampai lantai 6 bangunan memiliki sebuah selasar berbentuk T yang menghubungkan 2 blok bangunan, tipe selasar pada bangunan ini ialah single loaded. Sedangkan untuk jumlah unit pada lantai 2-6 sebanyak 11 unit. Gambar 75 Lantai 2-6 bangunan Sumber Digambar ulang oleh penulis, 2020 Unit tipe pertama ialah tipe unit yang hanya ada di lantai dasar, karena ada ruangan yang bisa digunakan untuk kegiatan komersil dengan akses langsung menuju trotoar jalan. Pada unit tipe pertama memiliki fasilitas lainnya berupa sebuah kamar tidur, kamar mandi, dapur, ruang keluarga dan ruangan besar perutukan sebagai area komersil. Gambar 76 Unit tipe Pertama Pada Lantai Dasar Sumber Digambar ulang oleh penulis, 2020 Unit tipe kedua ialah yang berada di lantai 2-6 unit depan, tipe kedua ini merupakan unit tipe terbanyak yang digunakan pada bangunan ini, dengan fasilias 2 buah kamar tidur, 1 kamar mandi, sebuah ruang multifungsi, dapur dan bakon. Gambar 77 Unit tipe kedua Pada Lantai 2-6 unit depan Sumber Digambar ulang oleh penulis, 2020 Unit tipe ketiga ialah yang berada di lantai 1 hingga 6 namun tipe ini merupakan unit bagian belakang, atau blok bangunan bagian belakang, dengan fasilitas paling banyak berupa 3 kamar tidur, 2 kamar mandi, sebuah ruangan multifungsi yang bisa digunakan untuk ruang tamu ataupun ruang keluarga, sebuah dapur dan balkon. Gambar 78 Unit tipe ketiga Pada Lantai 1-6 unit belakang Sumber Digambar ulang oleh penulis, 2020 Tampak bangunan berbentuk seperti susunan lego, dengan unsur maju mundur pada bagian balkon kamar. Pada fasad bangunan memiliki warna abu-abu yaitu berupa fasad beton yang di cat. Jika dilihat dari jauh bangunan ini akan terlihat seperti susunan peti kontainer yang disusun secara vertikal, namun sebenarnya bangunan ini ialah bangunan dengan material beton. Gambar 79 Tampak Bangunan Sumber Digambar ulang oleh penulis, 2020 Bangunan ini memiliki tinggi kurang lebih sekitar 18,3m. dengan jarak floor to floor nya kurang lebih 3m. struktur utama pada bangunan ini ialah struktur beton bertulang. Pondasi yang digunakan pada bangunan ini ialah pondasi tiang pancang. Dengan penutup atap berupa dak beton. Gambar 80 Potongan Bangunan Sumber Digambar ulang oleh penulis, 2020 Analisis Sistem Modular 1 Konfigurasi Grid Modul Arah Horizontal Konfigurasi pada modul hunian Raines Court yang berada di London ini dibentuk dengan menata tiap unitnya ke arah memanjang yang dihubungkan dengan koridor single loaded. Orientasi modul horizontal terbagi mejadi 2 jenis, karena bangunan memiliki bentuk “T” dan terdapat 2 blok bangunan yang berbeda. Ketersediaan transportasi horizontal berada di satu titik yaitu area depan, dengan menyediakan sebuah fasilitas berupa tangga dan lift, penggunaan tersebut dikarenakan bangunan ini memiliki 6 lantai. Grid modul pada bangunan ini berbentuk standar yaitu persegi Panjang. Dengan dimensi modul sebesar 12m x 3,8m dengan luas 45m², yang disusun secara sejajar tanpa adanya permainan unsur maju mundur. Komponen yang digunakan pada hunian ini ialah komponen PPVC, yang merupakan metode konstruksi di mana bagian utuh unit yang dapat berdiri sendiri, seperti unit kamar mandi, ruang kerja / kamar. Unit tersebut dibuat di pabrik off site. Komponen pada PPVC terdapat 2 jenis, yaitu baja untuk rangka dan beton untuk penutupnya. Namun secara garis besar PPVC sendiri merupakan sebuah komponen. Jika dikaji dengan teori Le Corbusier mengenai prinsip teori modular, bangunan ini telah sesuai, seperti halnya grid modul dengan bentuk standar yang tertulis pada teori modular dan tentang komponen yang sama, yang merupakan modul PPVC tersebut. Variasi yang dimiliki hanya modul PPVC nya saja. Gambar 81 Grid Horizontal Sumber Digambar ulang oleh penulis, 2020 2 Konfigurasi Grid Modul Arah Vertikal Konfigurasi pada arah vertikal bangunan dapat mengetahui apakah bangunan ini memiliki kesesuaian dengan skala manusia yang tercatat oleh Le Corbusier pada teori modular. Menurut Le Corbusier manusia memiliki skala sebesar 223 cm atau 2,2m untuk kebutuhan ruang gerak secara vertikal. Kemudian mengkaji pada modul PPVC pada bangunan Raines Court memiliki tinggi bersih untuk area dalam modul sebesar 2,8m 280cm sedangkan untuk jarak floor to floor sebesar 3m 300cm. Dikarenakan variasi modul pada bangunan ini hanya satu jenis, maka tinggi keseluruhan ruangan sama atau seragam, sehingga dapat dikatakan bahwa secara vertikal hunian Raines Court ini sesuai dengan prinsip modular dari Le Corbusier yang menjelaskan mengenai kesesuaian ukuran ruangan dengan skala manusia. Gambar 82 Grid Vertikal Sumber Digambar ulang oleh penulis, 2020 Analisis Prinsip Dasar Arsitektur Modular Prefabrikasi Struktur 1 Material Prefabrikasi Material yang digunakan pada bangunan Raines Court ini ialah material PPVC dan rangka baja. Material PPVC merupakan sebuah komponen yang menggabungkan 2 jenis material yaitu frame baja dan beton. Setiap unit PPVC telah selesai dibuat di pabrik lengkap dengan kebutuhan di dalamnya seperti kamar mandi, dapur, kamar tidur dll. Namun sebelum masuk dalam proses produksi massal, hal yang perlu dilakukan ialah penentuan dimensi dan tipe nya, yang kemudian akan disambungkan antar modul di lokasi site. Gambar 83 Material Bangunan Sumber Monaghan, 2010 2 Komponen Modular Komponen pada bangunan ini hanya terbagi menjadi 2 jenis, komponen modul PPVC dan komponen rangka baja yang digunakan sebagai kaki rangka penghubung antara badan modul dengan struktur bawah. baja dan beton Gambar 84 Komponen modular Sumber Monaghan, 2010 3 Sistem Struktur Prefabrikasi Bangunan Raines Court menggunakan sistem modular dengan memakai 2 material yaitu baja dan beton, pada badan bangunan menggunakan gabungan material baja dan beton yaitu panel PPVC dan pada kaki bangunan menggunakan rangka baja. Struktur Bawah Pada struktur bawah merupakan sistem pondasi yang terhubung dengan kolom baja, dan kolom baja tersebut akan tersambung dan meneruskan beban dari badan bangunan yaitu dari modul-modul bangunan. Gambar 85 Sambungan antara pondasi dengan kolom baja Sumber Monaghan, 2010 Pondasi yang digunakan pada bangunan ini ialah pondasi tiang pancang dengan pilecap yang tersambung menggunakan baut pada kolom baja. Gambar 86 Potongan bangunan Sumber Digambar ulang oleh penulis, 2020 Struktur Tengah Pada bagian struktur tengah hanya susunan dari modul PPVC yang siap pakai, penyusunan tersebut persis seperti menyusun lego. Disusun secara rapih dan lurus ke atas yang kemudian setiap sudut modul disambungkan dengan sudut-sudut lainnya. Gambar 87 Struktur tengah bangunan Sumber Monaghan, 2010 Struktur Atap Pada struktur atap tidak ada yang spesifik, karena sebetulnya bangunan ini menggunakan atap dari modul itu sendiri tanpa menambahkan komponen baru sebagai struktur atap, yaitu berupa dak beton bertulang. Gambar 88 Struktur tengah bangunan Sumber Citra Satelit, 2020 Kesimpulan pada studi kasus ketiga ialah bangunan Raines Court yang merupakan bangunan modular pertama yang dibangun di London telah sesuai dengan prinsip dasar modular dari teori Le Corbusier dan teori Ryan E. Smith, kemudian tren penggunaan material PPVC pada masa sekarang sedang berkembang dan terus dikembangkan karena merupakan trobosan yang sangat bagus untuk menekan waktu pembangunan dan anggaran pembangunan. Meninjau sistem modular dari teori Le Corbusier bangunan ini telah memiliki aspek-aspek yang dapat mengkategorikan bahwa bangunan ini sudah dapat dikatakan modular, jika dari segi konfigurasi vertikal dan horizontal. Dan untuk sistem struktur yang dibahas pada teori Ryan E. Smith baik dari material, komponen dan sistem struktur, bangunan ini telah menggunakan beberapa alternatif jenis dari setiap aspek yang dijelaskan pada teori tersebut. Oleh karena itu bangunan Raines Court yang berada di London telah sesuai dengan Konsep Arsitektur Modular. Hasil dari ketiga observasi studi kasus yang telah diuraikan penulis sebelumnya, kemudian dibuat tabel hasil analisis berdasarkan data faktual. Tabel analisis juga mengacu kepada teori sistem modular dari Le Corbusier dan Teori Ryan E. Smith tentang modular prefabrikasi. Sistem penilaian dalam analisis menggunakan sistem kesimpulan pada setiap poin variabel analisis. Dalam tabel analisis akan diseleksi poin-poin tiap bangunan yang sekiranya sangat berperan dengan konsep arsitektur modular. Poin-poin yang telah diseleksi tersebut serta hasil analisisnya dapat dilihat pada Tabel 2 berikut ini. Tabel 2. Hasil Analisis Studi Kasus 1 Rusuna ITB Jatinangor Studi Kasus 2 Cite a Dock France Studi Kasus 3 Raines Court London Sistem modular grid horizontal Grid arah horizontal pada Rusun ini berbentuk persegi, dengan modul ruang berukuran x setiap 1 unit memiliki luas sebesar 24 m² dengan kapasitas 4 orang. Ditinjau dari Data Arsitek Rumah Grid modul horizontal pada bangunan Cite a Docks ini berbentuk persegi Panjang, karena modul yang digunakan berupa petikemas, dan merupakan bentuk standar pada sebuah Grid modul horizontal untuk hunian Rines Court atau studi kasus ke 3 memiliki kesamaan dengan studi kasus ke 2 Studi Kasus 1 Rusuna ITB Jatinangor Studi Kasus 2 Cite a Dock France Studi Kasus 3 Raines Court London Susun ITB ini telah sesuai, karena setiap unit menyediakan ruangan seluas 24m² tanpa kamar mandi untuk 4 penghuni. bangunan secara umum. Dimensi modul pada hunian ini menggunakan peti kemas 40feet, dimensi luar Panjang 13,7m Lebar 2,4m dan Tinggi 2,9m. dengan luas bersih sebesar 24m² 1 penghuni. Ukuran tersebut sesuai dengan data arsitek standar hunian tipe studio ialah 20-35m² untuk 1 penghuni. yaitu memiliki bentuk persegi Panjang. Setiap modul ruangnya memiliki ukuran 12m x 3,8m. setiap 1 unit hunian menggunakan 2 modul ruang sehingga total 1 unit memiliki luas sebesar 45m², dengan memiliki 3 tipe kapasitas kamar yaitu tipe 1 kamar, 2 kama dan 3 kamar. Setelah ditinjau dengan data arsitek mengenai standar kebutuhan luas ruang manusia, telah sesuai dengan kapasitas penghuninya. Sistem modular grid Vertikal Modul grid arah vertikal pada bangunan ini menghasilkan ukuran modul sebesar 2,8m dan sesuai dengan Teori Modular Le Corbusier tentang menjadikan sebuah modular yang sesuai dengan skala manusia. standar ukuran skala manusia menurut Le Corbusier sebesar 223cm atau 2,2m. Karena menggunakan modul ruang berupa peti kemas, ukuran ruang dalam yang dihasilkan untuk peti kemas 40feet ialah sebesar dan sesuai dengan standar ukuran manusia menurut teori Le Corbusier. Setiap unit hunian Cite a Dock memiliki komponen yang sama ialah peti kemas atau kontainer. Studi kasus ke 3 menggunakan modul PPVC yang dibuat di pabrik dengan material beton bertulang, sehingga secara tampilan persis seperti studi kasus 2 dengan visual modul balok. Pada studi kasus ke 3 grid vertikal yang dihasilkan pada modul ruang sebesar 2,8m. dan sesuai dengan sistem modular dari teori Le Corbusier Studi Kasus 1 Rusuna ITB Jatinangor Studi Kasus 2 Cite a Dock France Studi Kasus 3 Raines Court London Benang merah dari ketiga studi kasus hunian vertikal memiliki bentuk dasar hanya berupa persegi dan persegi Panjang, memiliki ukuran modul yang sesuai dengan skala manusia dengan rata-rata setinggi 2,7m dan memiliki luas setiap jenis unit hunian sesuai dengan Data Arsitek. Meninjau kembali hasil tersebut dengan teori Le Corbusier tentang sistem modular yang membahas tentang modular bersifat standar, modular sesuai dengan skala manusia dan modular menggunakan komponen yang sama, maka dapat disimpulkan ke tiga studi kasus tersebut telah memenuhi syarat-syarat sebagai bangunan yang menerapakan sistem modular berdasarkan teori Le Corbusier. Studi Kasus 1 Rusuna ITB Jatinangor Studi Kasus 2 Cite a Dock France Studi Kasus 3 Raines Court London Material prefabrikasi yang digunakan pada Rumah susun ini ialah beton bertulang pada struktur bangunanya seperti pondasi, kolom, balok dan plat, sedangkan bagian atap menggunakan rangka baja. Pada Cite a dock menggunakan 2 material prefabrikasi yang pertama ialah peti kemas dan yang kedua ialah rangka baja yang digunakan sebagai frame atau sangkar peti kemas. Matrial yang digunakan ialah material PPVC beton bertulang dan Rangka baja. Komponen modular pada Hunian ini sangat banyak, dikarenakan secara garis besar bangunan ini menggunakan sistem beton precast, menjadikan banyak komponen yang perlu disediakan. Contohnya seperti komponen struktural berupa komponen kolom, balok, plat dan tiang pancang. Dan komponen non struktural seperti dinding beton yang memeiliki 7 jenis Terdapat 2 komponen pada hunian ini, komponen secara struktural dan non struktural. Komponen struktural berupa peti kemas dan rangka baja yang sebelumnya sudah dipesan dengan ukuran yang telah ditentukan yang kemudian dirakit pada site bangunan. Komponen non struktural berupa tangga yang sebelumnya sudah Komponen modular pada studi kasus ke 3 ialah modul PPVC dan Rangka baja. Ke dua komponen tersebut merupakan komponen struktural, sedangkan komponen non Studi Kasus 1 Rusuna ITB Jatinangor Studi Kasus 2 Cite a Dock France Studi Kasus 3 Raines Court London dengan ukuran yang berbeda-beda dan tangga. di buat di pabrik dan dirangkai pada site. struktural pada studi kasus ini berupa tangga dan lift. Sistem Struktur Prefabrikasi Sistem struktur yang digunakan ialah sistem modular precast beton bertulang dengan 95% komponen pada bangunan ini merupakan komponen modular precast beton pracetak. Pada site hanya dilakukan pemasangan komponen-komponen yang telah dicetak di pabrik. Namun 5% sistem struktur bangunan ini menggunakan metode konvensional, seperti pembuatan pile cap pada pondasi dan pembuatan balkon kamar pada setiap unit rusun. Bangunan Cite a Docks yang berada di Prancis ini menggunakan sistem modular dengan memakai 2 material yaitu material baja dan peti kemas. Dengan sistem struktur berupa Structure Steel/Advance Precast/Hybrid struktur rangka baja dan sistem struktur modul peti kemas kontainer. Menggunakan sistem sambungan baut untuk mengunci modul petikemas pada rangka baja. Dan menggunakan material beton untuk struktur bawahnya, materialbeton tersebut merupakan beton pracetak sehingga pada saat dilapangan hanya dilakukan kegiatan merakit struktur tanpa membangun secara konvensional. Bangunan ini secara keseluruhan menggunakan komponen modular baik modul ruang atau sistem strukturnya. Sistem struktur nya ialah modul PPVC yang telah di buat di pabrik di bawa dan disusun seperti lego pada lokasi pembangunan. Dengan struktur bawanya menggunakan rangka yang disusun seperti panggung atau penopang sebagai pengubung antara struktur bawah pondasi dan struktur tengah modul PPV. Benang merah yang didapat ialah sistem modular prefabrikasi yang digunakan sesuai dengan teori Ryan E. Smith yang dijelaskan pada buku Prefab Architecture Panduan untuk desain modular dan konstruksi. Seperti sistem precast pada studi kasus pertama, sistem modular peti kemas pada studi kasus kedua dan sistem modular PPVC pada studi kasus yang ketiga. Komponen-komonen hunian pun 98% dari ketiganya bersifat modular, kecuali pada studi kasus pertama yaitu Rumah Susun ITB Jatinangor. Serta sistem struktur yang Sebagian besar pada saat di lokasi pembangunan hanya menyusun komponen-komponen modul yang telah dibuat di pabrik. Sumber Analisis Penulis, 2020 Pada setiap bangunan hunian vertikal memiliki penerapan arsitektur modular yang berbeda-beda. Prinsip dan syarat arsitektur modular didapat dari hasil penerapan yang telah terbukti diterapkan pada ketiga studi kasus berdasarkan 2 teori modular, yang pertama teori Le Corbusier tentang sistem modular dan yang kedua teori Ryan E. Smith tentang arsitektur prefabrikasi. Prinsip dan syarat tersebut berupa modular yang bersifat standar, modular yang harus sesuai dengan skala dan standar manusia dan rancangan modular dapat menggunakan komponen yang sama, serta prinsip tentang struktur modular bahwa penggunaan material prefabrikasi, komponennya modular dan sistem stuktur yang digunakan merupakan sistem struktur prefabrikasi. Penerapan tersebut terbukti pada penerapan secara kualitas ruang dan struktur prefabrikasi pada ke-3 bangunan tersebut. Struktur bangunan berupa material modular yang digunakan seperti beton bertulang, kayu dan baja. Lalu berupa komponen yang bersifat struktural dan non struktural, dan yang terakhir berupa sistem struktur modular yang terbagi menjadi 5 jenis Precast, Rangka baja Structure Steel/Advance Precast/Hybrid, MET Mess Engineered Timber, PPVC Prefinished Volumetric Construction dan Modul Peti Kemas Container. Berdasarkan pada ketiga studi kasus dan hasil analisis, studi kasus 2 dan 3 merupakan hunian yang menerapkan konsep arsitektur modular secara keseluruhan pada bangunanya baik prinsip dan syarat modular maupun struktur modularnya. Pada studi kasus ke 2 menggunakan sistem struktur modular berupa perti kemas dengan pengkuat bangunan berupa frame baja. Studi kasus 3 menggunakan sistem struktur modular berupa PPVC yang saat ini mulai popular pada pembangunan-pembangunan hunian modular di dunia. Sedangkan pada studi kasus 1 hanya 95% menggunakan komponen modular dan menggunakan sistem struktur precast, dikatakan tidak modular keseluruhan terletak pada struktur pondasi yang menggunakan metode konvensional. Namun secara garis besar ke-3 studi kasus tersebut dapat dikatakan sebuah hunian vertikal yang menggunakan konsep Arsitektur Modular. Halaman ini sengaja dikosongkan Prihatmaji Yulianto P. dan Dini Agumsari 2016. Kampung Vertikal Di Manggarai, Jakarta Selatan Berbasis Konsep Arsitektur Fleksibel, Tesa Arsitektur Volume 14, Jurnal Universitas Katolik Soegijapranata. Satria Ivan dan Rony Gunawan Sunaryo 2015. Rumah Susun Modular di Surabaya. Vol. III, No. 2, hal 601 – 608, Jurnal Edimensi Arsitektur Ervianto Wulfram Indri 2008. Potensi Penggunaan Sistem Modular Pada Proyek Konstruksi, Volume 8 No. 2 hal 170-183, Jurnal Teknik Sipil Prihatanti Nilla A dan Muhammad Faqih 2016, Hunian Vertikal Sewa dengan Konsep Eko-modular Arsitektur, Vol. 5, hal 111-115, Jurnal Sains Dan Seni ITS Subekti Bambang dkk 2016. Penerapan Sistem Koordinasi Modular Bangunan Pada Desain Hunian Vertikal Apartemen TJ, Vol. 4 Jurnal Reka Karsa Fanisa Dyastari dan Agus suharjono 2017. Penerapan Konsep Modular Dalam Perancangan Rumah Susun Berdasarkan Right Conservation Method, Temu Ilmiah Ikatan Peneliti Lingkungan Binaan Indonesia IPLBI 6, hal 037-042. Ir. Hartinisari, MT 2018. Perancangan Rumah Susun menggunakan Multi Modul, Kementerian Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat, Rumah Susun Mosular Sanjaya Wisnu A dan Rumiati Rosaline Tobing 2019, Rumah susun modular dengan pemanfaatan papan prefabrikasi cross laminated timber panel CLT, kasus studi rumah susun Siwalankerto, Surabaya, ARTEKS Junal Teknik Arsitektur Vol 3 no 2 2019 Nurhadi Ilham 2019 Rancangan Modu Apartment dengan Penerapan Dinding Prefabrikasi di Kota Bandung, Jurusan Arsitektur Itenas Vol. IV ISSN Agustus 2019 Naibaho Tiarma Isi dan Ully Irma Maulina Hanafiah 2016. Analisa Sirkulasi Ruang Gerak Pengguna Pada Area Baca Di Perpustakaan Universitas Swasta Studi kasus Perpustakaan Learning Center, Telkom University dan Perpustakaan Universitas Parahyangan, Jurnal I D E A L O G, Ide Dan Dialog Indonesia Jurnal Desain Interior & Desain Produk Adisurya Susy Irma 2016. Kajian Besaran Ruang Pada Unit Rumah Susun Di Jakarta, Studi Kasus Rusun Tebet, Rusun Tanah Abang dan Rusunami Kalibata, Dimensi, September 2016 Astuti Susy Budi dkk 2016. Persepsi Terhadap Lebar Koridor Utama pada Apartemen Ditinjau dari Respon Fisik Pengguna, Jurnal Desain Interior, Vol. 1, No. 2, Desember 2016. Puspitasari Ratna dan Faza Wahmuda 2017. Konsep Desain Partisi Dengan Sistem Modular Untuk Hunian Dengan Lahan Terbatas Di Surabaya. Inovasi Teknologi Insfrastruktur Berwawasan Lingkungan, Institute Teknologi Adhi Tama Surabaya ITATS Baldwin dan Kim B 2000. Design Rule The Power Of Modularity, Vol 1 15 Maret 20 Ervianto, Wulfram Indri. 2008. “Potensi Penggunaan Sistem Modular.” Program Studi Teknik Sipil Universitas Atma Jaya Yogyakarta 8 2 170–83. Monindra Pratama Aditya. 2016. “Landasan Konseptual Perencanaan Dan Perancangan Amusement Park Di Yogyakarta 30–50”. Skripsi. Universitas Atma Jaya Yogyakarta Budaya, Sosial D A N, and Dian Purwanto. 2016. “Rumah Vertikal Ekologis Di Surakarta Dengan Fasilitas Pemberdayaan Ekonomi, Sosial Dan Budaya Masyarakat Berpenghasilan Rendah”. Skripsi. Universitas Muhammadiyah Surakarta Purwantiasning, AW.; Bahri, S. 2017. 2017. An Application of Smart Building Concept for Historical Building Using Automatic Control System. Case Study Fatahillah Museum. International Journal of Built Environment and Scientific Research, 0102, 115–122. Purwantiasning, A. W., Hadiwinoto, A., & Hakim, L. 2014. Revitalization of port area as an effort to preserve the identity of the city Comparative studies clarke quay-boat quay singapore , albert dock liverpool and sunda kelapa jakarta Revitalization of Port Area as an Effort to Preserve. Research Gate, June. Purwantiasning, A. W., Kurniawan, K. R., Maria, P., & Suniarti, P. S. 2019. Understanding Historical Attachment Through Oral Tradition as a Source of History. 18. Purwantiasning, A. W., Masruroh, F., & Nurhidayah. 2013. Analisa kawasan boat quay berdasarkan teori kevin lynch. NALARs, 121, 59–72. Rahayuningtyas. 2016. Penerapan Arsitetur Kontekstual Dalam Perancangan Kawasan Wisata Budaya Samin Di Blora. June 2015. Ryan Muharram, Raimundus Pakpahan, P. P. N. 2018. Studi pengaruh signage terhadap estetika visual koridor jalan ahmad yani medan ditinjau dari aspek harmoni dan kontras. 11. FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS RIAU DENGAN PENDEKATAN ARSITEKTUR KONTEKSTUAL. 1–9. Widati, T. 2015. Pendekatan kontekstual dalam arsitektur frank lloyd wright. Jurnal Perspektif Arsitektur, 101, 38–44. Retrieved from http//jurnalperspektifarsitektur. com/download/Jurnal PA Juli 2015-PENDEKATAN KONTEKSTUAL DALAM ARSITEKTUR FRANK LLOYD WRIGHT-Titiani TENTANG$PENULIS$Shely Pratiwi Sanjaya Putri, lahir di Purbalingga 17 September 1998. Anak perempuan yang mempunyai darah Jawa ini menyelesaikan Pendidikan S1 pada tahun 2021 dari Program Studi Arsitektur Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Jakarta dengan menyandang gelar sarjana Semasa kuliah penulis juga yang diselenggarakan oleh kampus seperti menjadi panitia dan peserta dalam kegiatan ACTION tahun 2018 dan turut berpartisipasi dalam Workshop dengan skala internasional, hasil dari kerjasama antara Universitas Muhammadiyah Jakarta UMJ dengan National University of the Northeast, Argentina UNNE pada tahun 2020. Selain itu, penulis juga cukup aktif mengikuti beberapa kegiatan serta pelatihan-pelatihan di luar kegiatan akademik, yang diselenggarakan oleh berbagai instansi, seperti Workshop Green Architecture in The Tropic 13 kolaborasi dari berbagai Universitas di Jakarta yang diselenggarakan di Universitas Kristen Indonesia pada tahun 2019. Lalu pada tahun 2021 penulis juga ikut serta dalam program Kredensial Mikro Mahasiswa Indonesia KKMI dengan kursus “Membangun Peluang Bisnis Plant Decoration bersama Larch Studio” yang diselenggarakan oleh Universitas Pendidikan Indonesia UPI bersama Kampus Merdeka.!!!!!! !!!!!!!Ari$ Widyati$ Purwantiasning,'lahir!di! Temanggung,! 3! Januari! 1972.!Menyelesaikan!Sarjana! Arsitektur! di!Fakultas! Teknik! Jurusan! Arsitektur!Universitas! Indonesia,! 5! Januari! 1996.!Menyandang!gelar!Master'of'Art'in'Town'and' Regional' Planning!MATRP!dari!Department' of' Civic' Design,' Faculty' of'Social' and' Environmental' Studies,'University' of' Liverpool,! Inggris,! 13!Desember! 1999.! Gelar! Doktor! diperolehnya! pada!tanggal! 15! Juli!2019!dari! Departemen! Arsitektur,! Universitas! Indonesia.! Sejak! September!2000,! menjadi! Dosen! Tetap! pada! Jurusan! Arsitektur,! Fakultas! Tekni k,!Universitas! Muhammadiyah! Jakarta,! dan! memegang! jabatan! sebagai!Ketua!Jurusan! periode! 2004-2008! dan! 2008-2012!serta! sebagai! Wakil!Dekan! I! Bidang!Akademik! periode! 2012-2014.! Sejak! tahun! 1997!mempunyai!konsultan!arsitektur!dan!interior!pribad!Aribahri!Architect!yang!menangani!berbagai!disain!arsitektur!dan!interior.!!Beberapa! tulisan! dipublikasikan! di! suratkabar! nasional!Kompas! dan!Tempo!serta!majalah!lifestyle.!Buku!referensi!yang!dipublikasikan!adalah!Sebuah!Pemaparan!Tentang!Penataan!Kawasan!Secara!Partisipatif!2001,! Komunikasi! Arsitektur!2001,! Konservasi! dan!Perkembangan!Ekonomi!2004,!Telaah!Arsitektur!01!Maret!2008!dan! Februari! 2015,! Arsitektur! Untuk! Rakyat!Mei! 2009,! Warisan!Arsitektur! Bali! dalam! Konservasi! Mei! 2014,! Pengantar! Ilmu!Interior!Februari!2015,!Telaah!Arsitektur!02!Mei!2015,!Konversi!Bangunan! Tua! Bersejarah!Juli! 2015,! Adaptive! Reuse! Pada!Bangunan! Tua! Bersejarah! Sebuah! Kajian! Konservasi! Pada!Kawasan! Kota! Lama! Jakarta!Juli! 2015,! Kajian! Sakralitas! Ruang!Arsitektur! Kampung! Naga! ! Agustus! 2017,! Konstruksi! Tahan!Gempa!Rumah!Adat!Besemah!November!2017,! Telaah! Arsitektur!03!Mei!2018,!Telaah!Arsitektur!04!Juni!2018,!Telaah!Arsitektur!05!Juni! 2019,! Kajian! Konsep! TOD! Pada! Kawasan! Bersejarah!November! 2019,! Kajian! Arsitektur! Hybrid! Pada! Bangunan!Museum!Januari!2020,!Kata!Kota!Kata! Kita!Mei! 2020,! Kata! Kota!Kata!Kita! 02!November! 2021,! Kajian! Kontekstualitas!Bangunan!Pada!Kawasan!Bersejarah!Desember!2021.!!! Klaster Keilmuan Permukiman dan Perkotaan Program Studi Arsitektur Universitas Muhammadiyah Jakarta Arsitektur UMJ Press 978-602-5428-54-8 Jakarta, Januari 2022 ResearchGate has not been able to resolve any citations for this research aims to explore the historical attachment of the local community of Parakan City through its oral tradition. Parakan was designated as a heritage city in 2015; it is a small city in Indonesia, located in Central Java. It is well known as the Bamboo Runcing City. Bamboo Runcing refers to the sharpened bamboo that was used as a traditional weapon a hundred years ago in Indonesia. To understand the level of historical attachment, it is necessary to establish its value via its oral tradition. Such tradition is regarded as a primary source of history and can be explored by interviewing relevant respondents. Using a qualitative method with a descriptive narrative approach, this research identifies the reasons why the local community uses the term "Bamboo Runcing" as a city brand. This paper concludes by ascertaining the extent of historical attachment within the local community of Parakan activity of conservation for an old historical building has become an important issue nowadays in Indonesia, particularly in Jakarta. One of the concepts is by implementing the concept of a smart building into an old historical building using a concept which could maintain economically and financially. Some old historical buildings within Jakarta have been revitalized with a new function which is known as an adaptive reused concept. Although, this concept has been regarded not effectively implemented to reduce energy consumption. To solve this problem, this research will deliver an alternative solution by introducing the application of smart building concept within an old historical building using automatic control system. This system will cover the air conditioning and lighting system within the building. This research will conduct a comparative method from some precedent studies and will use an inductive approach. At the final phase, this research will provide a solution design by simulating the using of an automatic control system within an old historical MuharramRaimundus PakpahanPutri P. NapitupuluSignage is one of the constituent elements of the city; there are so many types of signage, this study is limited to one type of signage only which is billboards. The diversity of existing billboards will be interesting when properly planned if the presence of billboards are not set properly and by its function than it is not impossible that the expected atmosphere can turn into an unpleasant atmosphere and damage the value of visual aesthetics. In the aesthetics there are harmony and contrast; as is a theory that supports the success of the design of public space regarding aesthetics is good to avoid the monotony and has a quality appeal. The research problem is how the billboards influence visual aesthetics on Ahmad Yani Medan road viewed from the aspect of harmony and contrast. Population in this research is billboards located along Jl. Ahmad Yani Medan. To complete the necessary data in this study, the researchers conducted data collection through observation and also the collection of related literature which became the main instrument in collecting primary data. This study is descriptive in which the data obtained in the field is collected and then analyzed, and the results described gradually in the form of writing. This study found that the influence of the existence of billboards along the road Ahmad Yani Medan has not fulfilled the aesthetic aspects in harmony and Rahayuningtyasp> Samin culture is one of the national heritage which is based on Samin’s tradition. The community of Samin is spread over some areas, one of them is Klopoduwur village, Blora. The uniqueness of Samin culture is the traditions, daily activities, and artifacts. Local government has decided to develope tourism in this village, which is reasonable in regard to its potentials. Tourism can help the economy of Samin people while at the same time induce its cultural activities. The Samin village, then , is designed by adding the tourism and culture facilities, also public infrastructures for the tourists and its society. Contextual architecture is applied in the design of the area, by applying visual elements to the old buildings and environment into the new buildings, to get the look which familiar for the Samin’s society, and also to get the authentic look for the tourists. Keywords Samin culture, Contextual, Tourism, Visual continuity, Tradition Sekarangini loft tidak hanya hunian yang berasal dari bangunan hasil konversi saja tapi juga merupakan hunian yang berasal dari bangunan baru yang dibangun dengan konsep loft. Konsep loft adalah gambaran mental yang merupakan abstrak dari karakter fisik, karakter ruang dan gaya hidup di loft. BerandaSejarah Indonesia 10Konsep Ruang pada Hunian Arsitektur pada Masa Praaksara Sejarah Indonesia Menurut Kostof, arsitektur telah mulai ada pada saat manusia mampu mengolah lingkungan hidupnya. Pembuatan tanda-tanda di alam yang membentang tak terhingga itu untuk membedakan dengan wilayah lainnya. Tindakan untuk membuat tanda pada suatu tempat itu dapat dikatakan sebagai bentuk awal dari arsitektur. Pada saat itu manusia sudah mulai merancang sebuat tempat. Bentuk arsitektur pada masa praaksara dapat dilihat dari tempat hunian manusia pada saat itu. Mungkin kita sulit membayangkan atau menyimpulkan bentuk rumah dan bangunan yang berkembang pada masa praaksara saat itu. Dari pola mata pencaharian manusia yang sudah mengenal berburu dan melakukan pertanian sederhana dengan ladang berpindah memungkinkan adanya pola pemukiman yang telah menetap. Gambar-gambar dinding goa tidak hanya mencerminkan kehidupan seharihari, tetapi juga kehidupan spiritual. Cap-cap tangan dan lukisan di goa yang banyak ditemukan di Papua, Maluku, dan Sulawesi Selatan dikaitkan dengan ritual penghormatan atau pemujaan nenek moyang, kesuburan, dan inisiasi. Gambar dinding yang tertera pada goa-goa mengambarkan pada jenis binatang yang diburu atau binatang yang digunakan untuk membantu dalam perburuan. Anjing adalah binatang yang digunakan oleh manusia praaksara untuk berburu binatang. Bentuk pola hunian dengan menggunakan penadah angin, menghasilkan pola menetap pada manusia masa itu. Pola hunian itu sampai saat ini masih digunakan oleh Suku Bangsa Punan yang tersebar di Kalimantan. Bentuk hunian itu merupakan bagian bentuk awal arsitektur di luar tempat hunian di goa. Secara sederhana penadah angin merupakan suatu konsep tata ruangan yang memberikan secara implisit memberikan batas ruang. Pada kehidupan dengan masyarakat berburu yang masih sangat tergantung pada alam, mereka lebih mengikut ritme dan bentuk geografis alam. Dengan demikian konsep ruang mereka masih kurang bersifat geometris teratur. Pola garis lengkung tak teratur seperti aliran sungai, dan pola spiral seperti route yang ditempuh mungkin adalah citra pola ruang utama mereka. Ruang demikian belum mengutamakan arah utama. Secara sederhana dapatlah kita lihat bahwa, pada masa praaksara konsep tata ruang, atau yang saat ini kita kenal dengan arsitektur itu sudah mereka kenal. PS6KRXD.
  • 11l1rijhzx.pages.dev/68
  • 11l1rijhzx.pages.dev/238
  • 11l1rijhzx.pages.dev/136
  • 11l1rijhzx.pages.dev/9
  • 11l1rijhzx.pages.dev/277
  • 11l1rijhzx.pages.dev/152
  • 11l1rijhzx.pages.dev/323
  • 11l1rijhzx.pages.dev/214
  • 11l1rijhzx.pages.dev/197
  • konsep ruang pada hunian arsitektur